AKHLAK DULU, BARU
ILMU!
S E D I H
Hanya itu!
Baru saja kita dengar di jejaring sosial ataupun televisi
bahwa ada seorang pendidik yang meninggal karena ulah muridnya.
Luka di atas menambah daftar kelam dalam potret gelap
pendidikan nasional. Sebagai seorang guru, tentu tidak mau jikalau ada yang
mengatakan adanya deteriorasi (kemunduran) pendidikan ataupun mental.
Menurut saya, sepertinya keliru saat semakin banyak orang
tua yang ingin menjadikan anaknya cerdas sedini mungkin. Memiliki keterampilan
dan ilmu yang mumpuni hingga berbuah prestasi. Contohnya, masa-masa usia 3-4
tahun (prasekolah). Secara psikologis, anak dalam usia ini belum siap untuk
menerima pelajaran. Alih-alih ingin membuat anaknya berprestasi, tapi yang
terjadi adalah beban mental yang tidak kuat ditanggung buah hati. Akibatnya arogan,
sulit diatur, main hantam, tawuran, cengeng, freesex, narkoba dan banyak lagi. Miris bukan?
Sekarang coba kita tengok
model pendidikan di pesantren. Walau banyak orang yang bilang kuno, tapi
hasilnya baik. Para santri lebih bisa menghormati ustad atau kyainya, mereka masih
mengedapankan yang namanya hormat. Saling menghargai, sopan, santun. Karena memang
akhlak yang diutamakan.
Kita semua harus menyadari tempat tumbuh anak yang
pertama dan utama adalah keluarga. Keluarga harus bisa menjadi tempat untuk
menanamkan benih-benih karakter yang baik, agar kelak putera-puteri kebanggaan
kita bisa menerapkannya di lingkungan yang lebih luas.
Menyikapi hal di atas, sudah saatnya kita menempatkan
akhlak di atas ilmu. Karena dengan akhlak yang baik, maka ilmu akan semakin
bermanfaat.
Para
Ulama sepakat bahwa Akhlak dulu sebelum ilmu.
Riwayat menjelaskan seorang pelayan Imam Malik bin Anas, menuturkan kesaksiannya selama menjadi pelayan beliau. “Tidak kurang dua puluh tahun aku menjadi pelayan Imam Malik. Selama 20 tahun tersebut, aku perhatikan beliau menghabiskan 2 tahun untuk mempelajari ilmu dan 18 tahun untuk mempelajari akhlak.
Riwayat menjelaskan seorang pelayan Imam Malik bin Anas, menuturkan kesaksiannya selama menjadi pelayan beliau. “Tidak kurang dua puluh tahun aku menjadi pelayan Imam Malik. Selama 20 tahun tersebut, aku perhatikan beliau menghabiskan 2 tahun untuk mempelajari ilmu dan 18 tahun untuk mempelajari akhlak.
Imam Ibnul Mubarak berkata:
تعلمت الأدب ثلاثين سنة، وتعلمت العلم عشرين سنة
“Aku belajar
adab selama tiga puluh tahun, dan aku belajar ilmu selama dua puluh tahun.”
Semoga
kasus yang kita dengar baru-baru ini menjadi duka terakhir untuk dunia
pendidikan nasional, luka terakhir untuk para pendidik di negeri ini. Semoga
tidak akan pernah ada lagi Guru yang terluka apalagi hingga kehilangan nyawa saat mengabdi untuk
ibu pertiwi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar