Sepenggal surat
cinta untuk para pejuang
Catatan malam buta di
kota tua
Untuk mengenang satu
hari yang berseri
…………………………………..
(Skip)
Dari hari selasa hingga jumat, tanggal 17-20 Oktober 2017
bertempat di hotel Aston Tb Simatupang Jaksel. Mengikuti kegiatan Diseminasi
Nasional Literasi yang digelar Kesharlindung Kementerian Pendidikan.
Saya datang sendiri dari Kota Cirebon, salah satu kota di
pesisir pantai utara yang panas. Tempat perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hanya ada satu niat, Belajar! Itu saja.
Saya ingin mengetahui peta kekuatan dari setiap
perwakilan daerah/ provinsi se-Indonesia.
Saya ingin mendengar dan menyimak setiap kisah yang
mereka lalui di tempatnya.
Berada di ruang B, dengan jumlah peserta 50 orang dari 16
perwakilan provinsi di sana. Tiap peserta mempersentasikan karya yang kami
buat. Hasilnya luar biasa, sangat luar biasa. Setiap kisah yang berasal dari
tiap mulut yang berbeda. Menarik, menginspirasi, memberi rasa kagum yang keluar
perlahan dari hati, menyerap, meresap, melekat dalam ingatan untuk waktu yang
lama, mungkin selama-lamanya.
Dengan perbedaan latar belakang, genre atau jalur
masing-masing. Dengan segala keanekaragaman yang ada, sebuah ruang yang disebut
kelas B berbaur dalam energi literasi, tersebar mengisi seluruh permukaan dan
celah yang ada.
……………………… Skip
Sejujurnya saya
merasa seperti sebuah titik kecil di antara titik-titik yang lebih besar, lebih
kuat. Bersyukur bisa menjadi salah satu juara dalam kelas yang berisi
orang-orang hebat di dalamnya. (Sangat banyak teknis di sini yang nanti saja
saya ceritakan jika berjumpa, sambil menikmati harumnya kopi di negeri
penghasil kopi)
Soal Juara?
Saya senang, bahkan tidak ada seorang pun yang tidak senang dengan kata
‘Juara’. Namun yang harus dicatat adalah saya lebih senang menjadi penyimak
setia setiap kisah mereka semua. Saya lebih senang mendengarkan dengan hikmat
setiap cerita yang tercipta dari bibir mereka, orang-orang luar biasa dalam
berfikir, bertindak dan berkarya. Salam hormat dan kagum saya untuk semuanya.
Untuk saya
lomba bukan tentang siapa yang juara, tapi siapa yang belajar lebih banyak dan
setelahnya.
Yang
paling-paling adalah cara yang mereka sajikan ketika mengapresiasi sebuah kata
dengan nama ‘Karya’. Sangat indah!
……………………… Skip
Kurang lebih 7
tahun sudah saya mengajar. Percaya atau tidak. Selama ini, belum pernah sekalipun
saya tampil sebagai pembicara di tingkat kota, bahkan belum pernah tampil dalam
tinggat gugus kecamatan. Jika saya tampil berarti sebagai guru yang sedang praktek
mengajar. Dilihat dan dinilai oleh guru, kepala sekolah, atau pengawas sebagai
peserta lain, panitia, ataupun nara sumber.
Kali pertama
saya tampil langsung di tingkat Nasional dan menjadi salah satu yang terbaik.
Senang? Pasti.
Bangga? Tentu. Aneh? Jelas. Sangat aneh rasanya.
Bukan tidak
percaya dengan apa yang terjadi, sepertinya ada tahapan magic yang saya lalui
dan tidak saya mengerti. Entah apa saya tidak tahu.
Yang saya tahu,
dalam diam, saya tetap berkarya.
……………………… Skip
Oentoek indonesia raja
Indones’ Indones’ moelia moelia
Tanahkoe neg’rikoe jang koetjinta
Indones’ Indones’ moelia moelia
Hidoeplah Indonesia raja
(Indonesia - WR Supratman 1928)
……………………… Skip
(Akan saya ceritakan nanti saat kita berunding dalam konfrensi meja bundar)
Kota Tua, 20
Oktober 2017
Malam hari saat
menyaksikan sosialisasi Indonesia Raya 3 Stanza
‘Adi Tama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar