Series 4
Upacara Bendera
Waktu menunjukan pukul
06.45. Senja tergesa berpamitan lalu berlari menuju sekolah. Seperti biasa
setiap hari senin pagi Senja dan Jingga selalu mengikuti kegiatan upacara
bendera di sekolah.
Tiba di sekolah, Jingga telah ada di sana, “Selamat
pagi Jingga. Kamu sudah sampai dulu ternyata.”
“Pagi Senja. Iya Senja, pagi ini aku bersemangat
untuk mengikuti upacara bendera.”
“Hihihi, Aku juga.” Tertawa, bersemangat Senja
berkata.
Tidak lama, upacara
dimulai. Terlihat anak-anak sekolah dasar sudah bersiap, berbaris rapi
mengikuti kegiatan ini. Senja dan Jingga berada di luar pagar sekolah. Mereka
terlihat berbaris bersampingan.
Bendera siap. Alunan paduan suara terdengar
Stanza 1
Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
Bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
Bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Stanza 2
Indonesia tanah yang mulia, tanah kita yang kaya
Di sanalah aku berdiri, untuk selama-lamanya
Indonesia tanah pusaka, pusaka kita semuanya
Marilah kita mendoa Indonesia bahagia
Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya
Bangsanya, rakyatnya, semuanya
Sadarlah hatinya, sadarlah budinya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Indonesia tanah yang mulia, tanah kita yang kaya
Di sanalah aku berdiri, untuk selama-lamanya
Indonesia tanah pusaka, pusaka kita semuanya
Marilah kita mendoa Indonesia bahagia
Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya
Bangsanya, rakyatnya, semuanya
Sadarlah hatinya, sadarlah budinya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Stanza 3
Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti
Di sanalah aku berdiri, menjaga ibu sejati
Indonesia tanah berseri, tanah yang aku sayangi
Marilah kita berjanji, Indonesia abadi
Slamatkan rakyatnya, slamatkan puteranya
Pulaunya, lautnya, semuanya
Majulah negerinya, majulah pandunya untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Tanahku, negeriku, yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti
Di sanalah aku berdiri, menjaga ibu sejati
Indonesia tanah berseri, tanah yang aku sayangi
Marilah kita berjanji, Indonesia abadi
Slamatkan rakyatnya, slamatkan puteranya
Pulaunya, lautnya, semuanya
Majulah negerinya, majulah pandunya untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Tanahku, negeriku, yang kucinta
Indonesia Raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
(Indonesia Raya – Cipt. WR. Supratman)
Setengah jam berlalu,
upacara bendera selesai dilaksanakan.
“Jingga, upacaranya telah selesai. Ayo kita pulang.
Aku belum membantu Ibu.” Kata Senja pada Jingga.
“Ayo Senja, aku juga mau makan hehe. Pagi tadi aku
belum sempat sarapan.” Jingga menjelaskan sedikit tertawa.
“Wah! Kalau aku sudah Jingga, aku terbiasa untuk
sarapan pagi, agar tubuh kita kuat dan sehat. Seharusnya kamu sarapan dulu
Jingga. Sarapan pagi itu baik untuk tubuh kita.” Senja menjelaskan.
“Iya Senja, nanti aku mau sarapan.” Jingga menjawab
singkat.
Mereka berjalan pulang
ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan Senja bertanya, “Jingga, kenapa kita
harus upacara bendera?”
Jingga berfikir sejenak, menghentikan langkahnya
lalu berkata, “Hmmm, upacara bendera melatih kita untuk disiplin Senja,
buktinya kita selalu berusaha datang pagi-pagi ke sekolah untuk mengikuti
upacara bendera hari senin.”
“Iya ya Jingga, lalu kenapa kita harus hormat saat
bendera dikibarkan?” Senja bertanya lagi.
“Hmm kalau itu, menurutku agar kita bisa mengenang
perjuangan para pahlawan Senja. Bendera itu bukan hanya sekedar warna merah dan
putih saja, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan bahwa kita telah merdeka. Pahlawan
kita berhasil berjuang mengalahkan penjajah dulu, coba bayangkan Senja
bagaimana jadinya jika sekarang ini kita belum merdeka?” Jingga menjelaskan
kemudian bertanya balik kepada Senja.
Kali ini Senja yang menghentikan langkahnya
berfikir, “Iya ya Jingga. Mungkin kita tidak bisa bermain bebas. Kita selalu
dalam ketakutan, mungkin juga teman-teman atau keluarga kita disekap atau
ditembaki oleh penjajah. Ih aku jadi takut membayangkannya.” Senja menjawab,
tubuhnya terlihat merinding saat menjelaskan.
“Iya Senja kamu benar, kita tidak bisa bebas,
selalu dalam ketakutan, kecemasan, makanya sekarang kita harus rajin belajar
agar kita pintar Senja. Agar kita tidak mudah dibohongi oleh orang lain.”
Jingga berucap sambil tersenyum mantap.
“Iya Jingga, aku senang
bersahabat denganmu. Kamu tidak hanya baik, tapi juga pintar.” Senja memuji
sahabatnya Jingga.
“Hehe, aku juga senang bersahabat denganmu Senja.
Terima kasih pujiannya. Kita harus banyak belajar, kita harus sering membaca
agar tahu banyak hal.” Kata Jingga lagi.
Senja dan Jingga sampai
ke depan gang rumah mereka masing-masing. Rumah Senja tepat di belakang rumah
Jingga. Hanya gang kecil yang memisahkannya.
“Baiklah Senja, aku pulang dulu. Sampai bertemu
lagi.” Jingga berpamitan
“Baik Jingga, sampai bertemu lagi.” Senja membalas
dengan senyum.
Tiba di rumah Senja
segera membantu Ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Ia mengambil sapu, lalu
mengelap meja dan kursi agar terlihat bersih dari debu. Setelahnya Senja
melepas lelah sambil duduk santai di ruang tamu.
Senja kembali berfikir. “Aku harus mencoba memanjat
pohon ajaib, aku harus membuktikan kebenaran ceritanya. Apakah benar pohon itu
seperti yang dibicarakan orang?”
Senja masih terus
berfikir dan membayangkan tentang mimpinya membuktikan kebenaran cerita pohon
pisang ajaib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar