Series 2
Pohon Pisang Ajaib
Malam semakin larut,
namun mata Senja tak kunjung terpejam. Rasa kantuk tak jua datang. Senja duduk
sendiri di kursi ruang tamu. Fikirannya masih teringat pada ucapan Aro kemarin
tentang pohon pisang ajaib di hutan. Rasa penasarannya terus muncul perlahan,
semakin besar dan membesar. Rasa ingin tahu lebih tentang mitos cerita pohon
ajaib itu datang.
Dalam diamnya Senja
berkata, “Aku harus mencari tahu lebih banyak lagi tentang pohon ajaib itu. Aku
harus membuktikan sendiri mitos pohon pisang ajaib itu benar atau tidak.
Bismillah, mulai besok aku akan berusaha mencari, memanjat dan memakan buah
pisang pohon ajaib itu. Semoga harapanku terkabul. Aamiin.”
Tak lama kemudian,
Senja beranjak bangkit dari lamunannya, ia mengunci pintu rumah, melihat Ayah
dan Ibunya yang sudah terlelap kemudian berjalan masuk dalam kamarnya. Sebelum
tidur tak lupa Senja panjatkan doa kepada Tuhan yang maha kuasa.
Pagi datang, sinar
mentari terasa menghangatkan alam, birunya langit tampak menghiasi angkasa
raya, ayam jantan berkokok mengeluarkan suaranya, ayam betina terlihat berburu
cacing di halaman, burung-burung terbang bebas bermain di udara. Senja bersiap
berolahraga di depan rumahnya, menggerak-gerakkan tubuhnya sambil berkata tu,
dua, tiga, satu, dua, tiga. Berjalan kecil, mengarahkan kepalanya ke samping
kiri dan kanan, ke atas dan ke bawah. Sinar mentari pagi terasa menghangatkan
badannya. Kegiatan berolahraga pagi memang sudah Senja lakukan setiap hari
minggu sedari dulu. Katanya agar tubuhnya tetap sehat dan kuat.
Selesai berolahraga,
Senja beristirahat meneguk air minum yang sudah disiapkan sebelumnya. Sambil
bersantai ia bicara kecil, “Setelah ini aku akan membantu Ibu menyapu halaman,
lalu mandi, sarapan, kemudian setelahnya aku akan mengunjungi Jingga. Aku ingin
bertanya, mencari tahu lebih banyak lagi tentang pohon pisang ajaib di hutan.”
Tidak lama setelah
menyelesaikan semua tugasnya, Senja berpamitan pada Ibunya, “Ibu, aku akan
pergi ke rumah Jingga.”
Ibunya menjawab, “Iya Senja, hati-hati bermainnya,
jangan terlalu jauh.”
“Iya baik Ibu.” Senja mendengarkan nasihat Ibunya.
Senja berjalan sendiri
ke rumah Jingga. Jarak rumah Jingga tidak terlalu jauh dari rumahnya. Hanya
sekitar lima menit sampailah Senja.
“Assalamualaikum, Jingga, Jingga sedang apakah kamu.”
Dari dalam rumah terdengar Jingga menjawab salam
Senja sambil keluar membuka pintu, “Waalaikumsalam Iya Senja, aku tadi sedang
melihat film kartun. Hehe.” Jingga menjawab sembari tertawa ringan.
“Ayo Senja masuk dulu, filmnya seru dan menarik.”
Jingga menawari Senja masuk dalam rumahnya.
Senja menuruti ajakan Jingga, menyapa Ibu Jingga
yang terlihat sedang memasak, “Assalamualaikum, sedang apa Ibu?”
“Eh ada Senja, silakan masuk. Ibu sedang memasak
untuk makan siang Senja.” Jawab Ibu Jingga ramah.
Senja dan Jingga
terlihat asik menonton film kartun bersama di ruang tengah. Mereka terlihat
tertawa riang menyaksikan film yang mereka lihat. Ibu Jingga datang membawakan
minum dan makanan ringan untuk cemilan.
Ibu berkata, “Senja silakan di minum dan di coba
makanannya.”
“Terima kasih banyak Ibu.” Senja menjawab senang.
Jingga langsung beranjak dari tidur-tidurannya,
mengambil makanan yang di bawakan ibu. Dengan mulut penuh makanan Jingga
berucap, “Terima kasih Ibuku sayang.”
Ibu hanya tersenyum melihat tinggah anaknya itu
sambil berkata, “Hati-hati makannya Jingga, jangan terburu-buru.”
Film yang mereka lihat
usai. Jingga berkata, “Yah, filmnya selesai Senja.” “Hehe, Iya Jingga filmnya
selesai.” Senja menjawab pelan tanggannya mengambil minum yang disediakan Ibu
Jingga tadi.
“Senja, bagaimana kalau kita main ke lapangan.”
“Baiklah kalau begitu Jingga, mari kita berangkat.”
Senja menjawab dengan semangat.
Tak lama Jingga berpamitan
pada Ibunya, lalu mereka berdua pergi bermain ke lapangan. Tempat biasa mereka
berkumpul dan bermain bersama teman-teman yang lain. Tempat yang berada di
pinggir hutan, tempat biasa mereka menghabiskan waktu santainya.
Sesampainya di
lapangan, ”Jingga, teman-teman tidak ada. Ke mana mereka semua?” Senja berkata
pada sahabatnya.
“Entahlah Senja, mungkin mereka masih di rumahnya.
Kita duduk saja di bawah pohon sana.” Jingga
menjawab dan mengajak Senja sambil tetap berjalan menuju pohon yang
berada di sisi lapangan. Pohon rindang tempat biasa mereka berbincang atau
melepas lelah setelah bermain.
“Jingga, aku masih
penasaran dengan yang di katakan Aro kemarin tentang pohon pisang ajaib di
tengah hutan. Menurutmu mitos itu benar?” Senja membuka percakapan, ingin tahu
lebih dalam tentang pohon ajaib.
“Hmmm. Hehe aku hanya tahu sedikit Senja. Entahlah
menurutku itu hanya cerita biasa saja.” Dengan sedikit bingung Jingga menjawab.
“Oh ya Senja, aku tahu
di mana tempat pohon ajaib itu, pohonnya memang tinggi tidak seperti pohon
pisang biasanya, buahnya rindang, pohon itu dihimpit oleh pohon-pohon besar
lainnya. Apakah kamu mau aku antar ke sana?” Jingga bicara lagi, mukanya
terihat serius dan bersungguh-sungguh.
“Wah, boleh Jingga. Aku akan mengucapkan banyak
terima kasih kepadamu, mungkin ini bisa mengakhiri rasa penasaranku.” Senja
bersemangat
“Kapan kita ke sana Jingga?” bertanya ia tak sabar.
“Sekarang juga boleh kalau kamu mau Senja.” Jingga
menjawab cepat, tangannya menunjukan isyarat huruf ‘O’ tanda setuju.
“Baiklah kalau begitu, sekarang saja Jingga.”
Tangan Senja juga memberikan isyarat setuju dengan mengacungkan simbol ‘O’ yang
berarti oke.
Akhirnya Senja dan
Jingga pergi menuju pohon pisang ajaib. Mereka mulai memasuki hutan dan terus
berjalan. Hutan ini memang sudah tidak asing lagi untuk mereka. Mereka sudah
terbiasa keluar masuk hutan, termasuk saat ingin mengambil air di sungai,
mencari tumbuhan obat atau juga mencari kayu kering.
Sekitar dua puluh menit
perjalanan Senja dan Jingga sampai dekat pohon pisang ajaib yang diceritakan.
Jingga lalu menunjukannya pada Senja. “Senja itu
pohon ajaib yang diceritakan banyak orang, termasuk Aro kemarin.” Tangannya
menunjuk ke arah pohon ajaib itu.
Senja tampak masih terpukau, ia berkata pelan, “Iya
Jingga pohonnya memang tinggi sekali, tidak seperti pohon pisang pada umumnya.
Tingginya mungkin dua kali lipat dari biasanya, buahnya juga banyak, sudah
masak semua kelihatannya.” mencoba mengungkapkan apa yang dilihatnya pada Jingga.
Jingga hanya tersenyum kecil pada Senja, sesaat
terdiam lalu berlari mengambil buah pisang di pohon sebelahnya yang lebih
kecil. “Ini untukmu Senja.” Tangannya menyodorkan buah pisang yang baru saja
diambilnya.
“Terima kasih banyak Jingga.” Senja mengucapkan
terima kasih sambi mengambil pemberian Jingga sahabatnya itu.
“Hmm enak sekali buah
pisang ini Jingga. Benar-benar enak rasanya” Senja bicara.
“Iya Senja, buahnya memang enak dimakan. Aku
penasaran bagaimana rasa buah pisang dari pohon ajaib itu?, pasti jauh lebih
enak lagi.” Jingga menjawab sambil melamun menatap pohon pisang ajaib di
depannya.
Tak terasa sore mulai
datang, waktu terus berjalan dengan iramanya. “Jingga, hari sudah mulai sore,
mari kita pulang.” Berkata Senja mengajak Jingga. “Baiklah Senja, ayo kita
pulang.” Jingga menjawab singkat.
“Terima kasih banyak ya Jingga, kamu sudah
mengantarkan aku ke sini.” Senja berkata lagi, matanya melirik ke arah Jingga
yang berjalan di sampingnya.
“Iya Senja, sama-sama. Kita memang harus saling
berbagi dan membantu sesama.” Jingga menjawab santai dengan senyum tulusnya.
Senja tersenyum mendengarkan.
Mereka berdua pulang ke
rumah masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar