Pesan Buku

Untuk pemesanan buku langsung hub >>
Email : aditamacrb@gmail.com /
Whatsapp : 082119801010
Pengiriman luar kota menggunakan JNE / Tiki / Pos
(No. Resi segera dikirim kepada pemesan)

★ SENJA DAN JINGGA SERIES 3

Series 3
Penasaran

“Senja, persediaan air di rumah sudah hampir habis, bantu Ibu ya mengambil air di sungai.” Suara Ibu terdengar.
“Baik Ibu, Senja akan mengambil air di sungai.” Senja menjawab dengan ramah. Ia kemudian berjalan ke dalam membawa ember kosong untuk diisi air.
Tak lama kemudian ia pamit pada Ibunya, “Ibu, Senja berangkat dulu.”
“Hati-hati ya Anakku Senja mengambil airnya.”
“Iya Ibu, Assalamualaikum.” Senja berjalan pergi setelah mengucapkan salam.
Ibu membalas dengan senyuman seraya berucap “Waalaikumsalam.”

Senja masih berjalan sendirian, memasuki hutan menuju sungai untuk mengambil persediaan air di rumah, tangannya memegang ember kosong berwarna hitam. Mulut kecilnya bernyanyi riang,

Satu satu aku sayang ibu
Dua-dua juga sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya
(Sayang Semuanya – Cipt. Pak Kasur)

Tak terasa, sampailah Senja di tepi sungai. Senja segera mengisi air ke ember dengan hati-hati, lalu bersiap membawanya kembali ke rumah. Kini tangannya telah menjinjing ember berisi penuh air. Senja berjalan pelan-pelan agar air yang di bawanya tidak tumpah.

Dalam perjalanan Senja teringat pada pohon ajaib, niatnya muncul kembali. Ia berbisik dalam hati, “Aku harus membuktikan kebenaran cerita tentang pohon ajaib ini. Setelah ini aku akan kembali ke hutan, melihat lebih dekat pohon pisang ajaib.”

Di tempat lain, Jingga sedang bermain bersama temannya di lapangan. Temannya bernama Keli dan Nci. Mereka berdua seekor kelinci perempuan yang baik. Keli berwarna putih sedangkan Nci berwarna hitam. Jingga dan temannya itu sedang bermain ular tangga. Mereka duduk di bawah pohon rindang.

“Jingga sekarang giliranmu.” Keli berkata sambil menyerahkan dadu kepada Jingga.
“Baiklah Keli, zzzzzz 8. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delaaapan. Yah aku turun lagi. Hehehe.” Jingga tertawa karena hinggap diekor ular. Keli dan Nci ikut tertawa senang.
“Sekarang giliranku.” Nci bersuara, ia meraih dadu dan mengocoknya. “Lima. Satu, dua, tiga, empat, lima. Yeeee aku naik tangga. Hore hore.” Nci riang karena ia berhenti di gambar tangga.
Mereka bertiga terlihat senang, bermain bersama, tertawa bersama-sama.

Senja masih berjalan menuju rumahnya membawa air. “Alhamdulillah, akhirnya sampai juga.” Senja berkata dalam hati.
“Assalamualaikum, Ibu, aku pulang.” Senja mengucapkan salam sambil menuju ke belakang rumah menyimpan air yang dibawanya.
“Waalaikumsalam, terima kasih Senja.” Ibu berkata lembut sambil tersenyum bangga pada anaknya.
“Iya sama-sama Ibu, aku senang bisa membantu Ibu. Oia Ibu setelah ini aku akan bermain dulu ya.” Senja berkata lagi dan meminta izin pada Ibunya.
“Iya senja, tapi ingat, jangan terlalu jauh bermainnya. Harus tahu waktu juga kapan untuk kembali pulang.” Ibu berpesan.
“Baik ibu.” Senja mengingat pesan ibunya.

“Sekarang aku akan kembali ke hutan. Aku akan melihat lebih dekat pohon pisang ajaib itu, lalu mencoba untuk memanjat pohonnya sampai atas. Semoga berhasil.” Senja berujar dalam hati kemudian melangkah pergi.

Langkahnya terlihat cepat, Senja masih berjalan ditemani semilir angin yang menyejukan. Siang itu langit tidak terlalu panas. Masih dengan perasaan senang seperti biasanya, Senja tetap berjalan sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti berjoget.

Baru saja tiba di pinggir hutan, Senja melihat seorang Ibu Tani yang keberatan membawa air.
“Ibu Tani mau ke mana?” Senja bertanya ramah.
“Ibu Tani mau pulang ke rumah, kebetulan lewat sini tadi. Oh ya siapa namamu Kucing lucu?” Ibu Tani bertanya.
“Namaku Senja, Ibu Tani. Ibu, sini aku yang bawakan airnya. Ibu Tani terlihat cape, aku akan membantu Ibu Tani.”
Dengan senyum bangga Ibu Tani menyerahkan ember airnya sambil berkata, “Terima kasih banyak Senja. Kamu memang Kucing yang baik.”
“Sama-sama Ibu Tani. Aku senang bisa membantu Ibu Tani. Kata Ibuku, kita harus saling tolong menolong.” Senja menjelaskan sambil tersenyum.
“Iya Senja, kita memang harus saling menolong, juga menghormati yang lain.” Ibu Tani menambahkan.
Mereka terus melanjutkan percakapan ringan.
Senja mengantar Ibu Tani ke rumahnya.

Sampai di rumah Ibu Tani, di depan pekarangan rumahnya ada Pak Tani yang sedang membaca koran sambil meminum kopi.
“Terima kasih banyak Senja telah membantu Ibu Tani. Mari sini masuk dulu.” Ibu Tani menawarkan Senja masuk ke dalam rumahnya.
“Ini Pak Tani Senja. Pak, Ini Senja kucing lucu yang baik hati. Senja baru saja membantu Ibu membawa air.” Ibu Tani mengenalkan Senja pada Pak Tani. “Terima kasih banyak untuk kebaikannya Senja.” Pak Tani bicara, senyumnya terlihat di bibirnya yang berwarna coklat, keriput karena usia.
“Sama-sama Pak Tani, aku senang bisa membantu Ibu Tani.” Senja menjawab ramah.
“Silakan duduk dulu Senja, Ibu ambilkan minum.” Ibu Tani kembali menawarkan.
“Iya silakan duduk dulu Senja.” Pak Tani menambahkan, ramah terdengar suaranya.
“Terima kasih Ibu dan Pak Tani.” Senja tersenyum menjawab lembut lalu duduk di halaman depan rumah Ibu Tani.

Tak berapa lama, Ibu Tani kembali muncul dari dalam rumahnya membawa segelas susu, “Ini silakan di minum Senja.” Tangannya menyerahkan minuman yang ia bawa pada Senja.
“Terima kasih banyak ya Ibu Tani.” Dengan masih tersenyum Senja mengambil minuman yang diberikan Ibu Tani dan meminumnya.
“Enak sekali. Terima kasih Ibu dan Pak Tani.” Senja berkata gembira, di bibirnya masih terlihat bekas susu yang ia minum.
“Iya sama-sama Senja, terima kasih juga karena telah membantu Ibu tadi.” Jawab Ibu Tani. Pak Tani hanya mendengarkan, sesekali ikut tersenyum dan bicara.

Tak terasa waktu berjalan cepat, hari sudah terlihat mulai gelap. Sore sudah datang kembali. Senja berpamitan, “Ibu dan Pak Tani hari sudah mulai sore, aku pulang dulu ya. Terima kasih minumannya.” Senja bersuara.
“Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan dan terima kasih Senja.” Ibu Tani membalas.
“Hati-hati pulangnya ya Senja. Kalau mau susu lagi datanglah ke sini, ajak juga teman-temannya Senja.” Pak Tani bicara sambil melambaikan tangan.
“Terima kasih Ibu dan Pak Tani yang baik hati. Iya nanti aku ke sini lagi.” Senja mengakhiri perbincangannya kemudian berjalan pulang.

Dalam perjalanan pulang Senja teringat misinya, ia berkata kecil sambil berfikir  “Aku masih penasaran dengan cerita pohon ajaib itu. Aku harus bisa membuktikannya sendiri. Hmmm Hari ini aku belum sempat pergi ke tempat pohon ajaib karena membantu Ibu Tani, semoga besok aku bisa ke sana. Aamiin.” Senja berdoa dan berharap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  GAMBARAN DIRI GURU PENGGERAK TIGA TAHUN KE DEPAN   Jika disederhanakan dalam dua kata saya ingin terus BELAJAR dan BERBAGI.   As...