Series 3
Penasaran
“Senja, persediaan air
di rumah sudah hampir habis, bantu Ibu ya mengambil air di sungai.” Suara Ibu
terdengar.
“Baik Ibu, Senja akan mengambil air di sungai.”
Senja menjawab dengan ramah. Ia kemudian berjalan ke dalam membawa ember kosong
untuk diisi air.
Tak lama kemudian ia pamit pada Ibunya, “Ibu, Senja
berangkat dulu.”
“Hati-hati ya Anakku Senja mengambil airnya.”
“Iya Ibu, Assalamualaikum.” Senja berjalan pergi
setelah mengucapkan salam.
Ibu membalas dengan senyuman seraya berucap
“Waalaikumsalam.”
Senja masih berjalan
sendirian, memasuki hutan menuju sungai untuk mengambil persediaan air di
rumah, tangannya memegang ember kosong berwarna hitam. Mulut kecilnya bernyanyi
riang,
Satu satu aku sayang ibu
Dua-dua juga sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya
(Sayang
Semuanya – Cipt. Pak Kasur)
Tak terasa, sampailah
Senja di tepi sungai. Senja segera mengisi air ke ember dengan hati-hati, lalu
bersiap membawanya kembali ke rumah. Kini tangannya telah menjinjing ember
berisi penuh air. Senja berjalan pelan-pelan agar air yang di bawanya tidak
tumpah.
Dalam perjalanan Senja
teringat pada pohon ajaib, niatnya muncul kembali. Ia berbisik dalam hati, “Aku
harus membuktikan kebenaran cerita tentang pohon ajaib ini. Setelah ini aku
akan kembali ke hutan, melihat lebih dekat pohon pisang ajaib.”
Di tempat lain, Jingga
sedang bermain bersama temannya di lapangan. Temannya bernama Keli dan Nci.
Mereka berdua seekor kelinci perempuan yang baik. Keli berwarna putih sedangkan
Nci berwarna hitam. Jingga dan temannya itu sedang bermain ular tangga. Mereka
duduk di bawah pohon rindang.
“Jingga sekarang
giliranmu.” Keli berkata sambil menyerahkan dadu kepada Jingga.
“Baiklah Keli, zzzzzz 8. Satu, dua, tiga, empat,
lima, enam, tujuh, delaaapan. Yah aku turun lagi. Hehehe.” Jingga tertawa
karena hinggap diekor ular. Keli dan Nci ikut tertawa senang.
“Sekarang giliranku.” Nci bersuara, ia meraih dadu
dan mengocoknya. “Lima. Satu, dua, tiga, empat, lima. Yeeee aku naik tangga.
Hore hore.” Nci riang karena ia berhenti di gambar tangga.
Mereka bertiga terlihat senang, bermain bersama,
tertawa bersama-sama.
Senja masih berjalan
menuju rumahnya membawa air. “Alhamdulillah, akhirnya sampai juga.” Senja
berkata dalam hati.
“Assalamualaikum, Ibu, aku pulang.” Senja
mengucapkan salam sambil menuju ke belakang rumah menyimpan air yang dibawanya.
“Waalaikumsalam, terima kasih Senja.” Ibu berkata
lembut sambil tersenyum bangga pada anaknya.
“Iya sama-sama Ibu, aku senang bisa membantu Ibu.
Oia Ibu setelah ini aku akan bermain dulu ya.” Senja berkata lagi dan meminta
izin pada Ibunya.
“Iya senja, tapi ingat, jangan terlalu jauh
bermainnya. Harus tahu waktu juga kapan untuk kembali pulang.” Ibu berpesan.
“Baik ibu.” Senja mengingat pesan ibunya.
“Sekarang aku akan
kembali ke hutan. Aku akan melihat lebih dekat pohon pisang ajaib itu, lalu
mencoba untuk memanjat pohonnya sampai atas. Semoga berhasil.” Senja berujar
dalam hati kemudian melangkah pergi.
Langkahnya terlihat
cepat, Senja masih berjalan ditemani semilir angin yang menyejukan. Siang itu
langit tidak terlalu panas. Masih dengan perasaan senang seperti biasanya,
Senja tetap berjalan sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti berjoget.
Baru saja tiba di
pinggir hutan, Senja melihat seorang Ibu Tani yang keberatan membawa air.
“Ibu Tani mau ke mana?” Senja bertanya ramah.
“Ibu Tani mau pulang ke rumah, kebetulan lewat sini
tadi. Oh ya siapa namamu Kucing lucu?” Ibu Tani bertanya.
“Namaku Senja, Ibu Tani. Ibu, sini aku yang bawakan
airnya. Ibu Tani terlihat cape, aku akan membantu Ibu Tani.”
Dengan senyum bangga Ibu Tani menyerahkan ember
airnya sambil berkata, “Terima kasih banyak Senja. Kamu memang Kucing yang
baik.”
“Sama-sama Ibu Tani. Aku senang bisa membantu Ibu
Tani. Kata Ibuku, kita harus saling tolong menolong.” Senja menjelaskan sambil
tersenyum.
“Iya Senja, kita memang harus saling menolong, juga
menghormati yang lain.” Ibu Tani menambahkan.
Mereka terus melanjutkan percakapan ringan.
Senja mengantar Ibu Tani ke rumahnya.
Sampai di rumah Ibu
Tani, di depan pekarangan rumahnya ada Pak Tani yang sedang membaca koran
sambil meminum kopi.
“Terima kasih banyak Senja telah membantu Ibu Tani.
Mari sini masuk dulu.” Ibu Tani menawarkan Senja masuk ke dalam rumahnya.
“Ini Pak Tani Senja. Pak, Ini Senja kucing lucu
yang baik hati. Senja baru saja membantu Ibu membawa air.” Ibu Tani mengenalkan
Senja pada Pak Tani. “Terima kasih banyak untuk kebaikannya Senja.” Pak Tani
bicara, senyumnya terlihat di bibirnya yang berwarna coklat, keriput karena
usia.
“Sama-sama Pak Tani, aku senang bisa membantu Ibu
Tani.” Senja menjawab ramah.
“Silakan duduk dulu Senja, Ibu ambilkan minum.” Ibu
Tani kembali menawarkan.
“Iya silakan duduk dulu Senja.” Pak Tani
menambahkan, ramah terdengar suaranya.
“Terima kasih Ibu dan Pak Tani.” Senja tersenyum
menjawab lembut lalu duduk di halaman depan rumah Ibu Tani.
Tak berapa lama, Ibu
Tani kembali muncul dari dalam rumahnya membawa segelas susu, “Ini silakan di
minum Senja.” Tangannya menyerahkan minuman yang ia bawa pada Senja.
“Terima kasih banyak ya Ibu Tani.” Dengan masih
tersenyum Senja mengambil minuman yang diberikan Ibu Tani dan meminumnya.
“Enak sekali. Terima kasih Ibu dan Pak Tani.” Senja
berkata gembira, di bibirnya masih terlihat bekas susu yang ia minum.
“Iya sama-sama Senja, terima kasih juga karena
telah membantu Ibu tadi.” Jawab Ibu Tani. Pak Tani hanya mendengarkan, sesekali
ikut tersenyum dan bicara.
Tak terasa waktu
berjalan cepat, hari sudah terlihat mulai gelap. Sore sudah datang kembali.
Senja berpamitan, “Ibu dan Pak Tani hari sudah mulai sore, aku pulang dulu ya.
Terima kasih minumannya.” Senja bersuara.
“Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan dan
terima kasih Senja.” Ibu Tani membalas.
“Hati-hati pulangnya ya Senja. Kalau mau susu lagi
datanglah ke sini, ajak juga teman-temannya Senja.” Pak Tani bicara sambil
melambaikan tangan.
“Terima kasih Ibu dan Pak Tani yang baik hati. Iya
nanti aku ke sini lagi.” Senja mengakhiri perbincangannya kemudian berjalan
pulang.
Dalam perjalanan pulang
Senja teringat misinya, ia berkata kecil sambil berfikir “Aku masih penasaran dengan cerita pohon
ajaib itu. Aku harus bisa membuktikannya sendiri. Hmmm Hari ini aku belum
sempat pergi ke tempat pohon ajaib karena membantu Ibu Tani, semoga besok aku
bisa ke sana. Aamiin.” Senja berdoa dan berharap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar