Sampah, Nilai, dan
Karakter
Oleh
Adi
Tama
Masalah
sosial adalah masalah yang dilihat, dirasakan, dialami bersama, serta
membutuhkan solusi penyelesaian secara bersama-sama. Beberapa contoh masalah
sosial di antaranya, masalah narkoba, tindak kejahatan, pergaulan bebas,
masalah pengangguran, dan juga sampah.
Dari
beberapa kasus di atas, salah satu contoh permasalahan sosial yang semakin
meresahkan adalah masalah sampah. Sampah adalah sisa-sisa, bekas barang ataupun
makanan yang sudah tidak terpakai. Sampah yang semakin menumpuk bukan hanya
mendatangkan aroma bau yang tidak sedap, tetapi juga akan menjadi sumber
penyakit bagi masyarakat, mulai dari penyakit kulit, pernafasan hingga penyakit
perut.
Beberapa waktu lalu di layar kaca, ada sebuah berita truk
pengangkut sampah terpaksa harus mengantri berhari-hari karena daya tampung tempat
pembuangan akhir (TPA) sampah tidak memadai.
Dalam kondisi normal, setiap hari truk-truk sampah itu beroperasi dengan baik,
sampah tetap ada dan tidak berkurang, apalagi jika truk-truk itu berhenti
beroperasi. Bisa dibayangkan, bagaimana volume sampah akan terus dan
terus tumbuh, semakin banyak.
Semakin
menumpuknya sampah disebabkan karena kebutuhan akan barang yang terus meningkat,
sedangkan TPA sampah yang tidak bertambah. Berdasarkan data yang didapat dalam web http://www.jabarprov.go.id bahwa, setiap harinya
Bandung memproduksi sampah hingga 1500 ton, sedangkan kapasitas angkut sampah
hanya 1100 ton. Di Kota Cirebon sendiri volume sampah mengalami peningkatan.
Pada kondisi normal Kota Cirebon menghasilkan
sampah 698 meter kubik, sedangkan di momen long weekend volume sampah menggunung sampai
720 meter kubik. (http://www.radarcirebon.com/long-weekend-volume-sampah-meningkat-tajam.html). Data tersebut menjadi gambaran bahwa masalah sampah semakin
meresahkan.
Sampah
merupakan barang yang bisa kita jumpai di manapun. Di rumah, di kantor, di
sekolah, di pasar atau di jalan. Sampah selalu ada dan terlihat berserakan.
Sampah bukan lagi hal yang sulit untuk dicari, kehadirannya seperti virus yang
terus menyebar hingga pelosok. Di satu sisi, hal ini menjadi sumber rezeki bagi
para pemulung karena penghasilannya semakin bertambah, di sisi lain sampah
menjadi masalah serius yang harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Secara
umum sampah dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama yaitu sampah organik/sampah
basah (sampah yang bisa diurai seperti sisa makanan, daun), kedua sampah anorganik/sampah
kering (sampah yang sulit/ perlu waktu lama untuk mengurainya seperti sampah
plastik, kertas, kaleng, styrofoam),
dan ketiga sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti limbah pabrik).
Sudah
banyak peneliti, teori bahkan aturan yang diterapkan untuk meminimalisir
sampah. Contohnya adalah larangan penggunaan sampah plastik atau styrofoam sebagai pembungkus makanan dan
minuman. Namun hasil perubahannya, masih tetap kurang maksimal dirasakan.
Sampah tetap semakin banyak, semakin menumpuk.
Ada
4 prinsip penanganan masalah sampah dengan baik yaitu, Reduce
(Mengurangi), mengurangi penggunaan material atau konsumsi
terhadap barang jadi. Reuse (Memakai Kembali), berusaha memilih barang
yang bisa dipakai berulang kali. Recycle (Mendaur Ulang), mengusahakan
sampah yang bisa di daur ulang menjadi sebuah produk yang berguna. Replace
(Mengganti), mengganti barang sekali pakai dengan barang yang lebih tahan
lama serta ramah lingkungan.
Solusi
ampuh untuk menyelesaikan masalah sampah tentu saja berasal dari dalam diri
kita sendiri, berkomitmen untuk lebih menjaga lingkungan dengan tidak membuang
sampah sembarangan, memilih dan memilah sampah berdasarkan jenisnya, lalu
mengajak sekitar kita untuk melakukan hal yang kita lakukan.
Di
lingkungan sekolah, sudah saatnya setiap sekolah menerapkan “Tabungan sampah,” di mana sampah yang
ada mulai diorganisir dengan baik, dibedakan menurut jenisnya, dibuang ke
tempat pembuangan sampah berdasarkan jenis sampahnya.
Tahap
pertama yang harus dilakukan adalah sekolah harus menyediakan tempat sampah
berdasarkan jenisnya, sampah organik (sampah basah) dan sampah anorganik (sampah
kering). Untuk sampah kering, sekolah harus membedakan lagi tempat sampah
khusus untuk kertas, kardus bekas, serta tempat sampah khusus plastik dan botol.
Tahap kedua mensosialisasikan kepada seluruh siswa agar membuang sampah sesuai
dengan jenis sampahnya. Tahap ketiga melaksanakan program yang telah dibuat
dengan sebaik-baiknya. Hal ini tentu berlaku untuk seluruh warga sekolah
termasuk guru atau kepala sekolah.
Lebih
jauh dan lebih baik lagi, setiap siswa di sekolah memiliki buku tabungan sampah
yang akan dikelola guru ataupun siswa yang lain. Manajemennya hampir sama
seperti buku tabungan di bank. Hal ini bermaksud agar kegiatan lebih terkonsep,
dan juga sebagai pemacu semangat siswa dalam menjalankan program tabungan
sampah tersebut.
Jika
pengorganisiran sampah ini berjalan dengan baik, maka sampah-sampah yang ada
akan memiliki nilai lebih. Sampah kertas, kardus bekas akan memiliki nilai
ekonomis atau nilai jual, pun begitu dengan sampah plastik, kaleng atau botol. Untuk
dapat melaksanakan tahapan ini pihak sekolah harus bekerja sama dengan pengepul
sampah.
Kalaupun
tidak dijual, sampah tersebut akan memiliki nilai manfaat yang lebih. Sampah
basah seperti sisa makanan atau daun kering bisa di manfaatkan untuk
menyuburkan tanah dengan menjadikannya pupuk. Sampah kering seperti kardus
bekas bisa dijadikan kotak P3K di kelas, tempat rak sepatu, atau juga lemari locker untuk menyimpan buku di
perpustakaan. Sampah botol minuman bisa dijadikan pot tanaman hidroponik, tutup
botolnya bisa dimanfaatkan untuk bahan kerajinan tangan, pernak-pernik dan
masih banyak lagi.
Penguatan
karakter yang dapat diambil dari kegiatan ini adalah setiap warga sekolah
menerapkan siswa-siswinya untuk belajar disiplin. Sejak dini siswa sudah
diajarkan untuk dapat menganalisa jenis sampah dan membuangnya tepat di
tempatnya. Jujur, diharapkan siswa tidak lagi buang sampah sembarangan, di
lapangan, di kolong meja, atau di balik jendela. Siswa akan berfikir lebih baik
sampah di tangannya untuk tabungan mereka. Bekerja sama, setiap siswa akan
berusaha bekerja sama, bergotong royong membersihkan kelas dan lingkungan
sekolahnya. Membiasakan pola hidup bersih, rapi, sehat, serta mengajarkan
langsung cara menjaga lingkungan sekitar, atau mencintai lingkungan dengan
menjaga kebersihannya.
Selain
itu ada filsafat hebat di balik kegiatan ini. “Sedari kecil siswa sudah
terbiasa menjaga, menghargai, dan memanfaatkan barang yang tidak bernilai. Jika
hal ini terus melekat, meresap hingga mereka dewasa nanti, semoga kelak mereka
akan lebih bisa menjaga, menghargai, serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
barang atau apapun yang lebih bernilai dari sampah.”
Setidaknya,
kegiatan di atas adalah bukti nyata kalau kita telah berusaha menjaga
kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
“Mari
menabung sampah!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar