Sepotong Kisah di Balik Buku Indah
Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Judul sebuah buku yang terlahir dari
tangan-tangan mungil. Buku hasil kreasi siswa-siswi kelas IV SD. Buku yang
indah, sangat indah bahkan lebih dari indah. Sebagai gurunya, saya merasa tidak
ada yang lebih mengagumkan dari terciptanya karya siswa ini.
Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Sebuah buku sederhana yang kaya akan makna. Buku
ini berarti bahwa, saya berhasil mentransfer kemampuan saya, dan siswa berhasil
menyerap sebanyak-banyaknya partikel yang saya berikan. Sebagai seorang guru,
saya tidak bangga jika bisa membuat satu, dua, tiga bahkan jika hingga puluhan
buku tercipta tetapi satu sisi siswa saya tidak bisa menulis. Saya merasa
bangga ketika saya bisa menulis, siswa bisa menulis, ketika saya membuat buku,
siswa-siswi saya juga bisa membuat buku.
Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Sebuah buku hasil coretan pertama siswa-siswi
yang masih berusia 8 - 10 tahun. Masih banyak kesalahan kata, kalimat, atau
arti. Kesalahan yang justru akan membuat mereka tersenyum suatu saat nanti.
Kesalahan yang akan membuat mereka bangga jika melihat lagi tulisannya saat
masih kecil dulu. Saat masih duduk di bangku kelas IV SD, tiap dari mereka
sudah pernah membuat lima karya tulis yang begitu indah dengan kejujuran,
kepolosan dan keluguannya. Lima karya tulis yang terdiri dari dua buah puisi,
dua buah cerita fiksi, dan satu buah surat. Lima karya tulis sederhana yang
saya gabungkan, saya ketik ulang tanpa diedit lengkap dengan scan tulisan asli
mereka semua yang masih terlihat jelas bekas tipe-x dan coretan-coretan salah
pulpen mereka. Alhasil sebuah karya dengan tebal 251 halaman menjadi bukti.
Menulislah... ‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Sebuah
buku yang punya begitu banyak cerita. Ada banyak sekali proses kreatif yang
saya lalui bersama siswa-siswi. Ada aura energi semangat, senyum ceria,
kebingungan, keraguan, lengkap dengan kesalahannya. cerita yang selalu ada
dalam ingatan. Saya hafal tiap potongan-potongan kejadian yang tebayang di
balik proses kreatif ini. Cerita yang tidak bisa saya ungkapkan semuanya di
sini. Cerita yang mungkin hanya akan bersemayam dalam hati untuk selamanya,
untuk saya pribadi, mudah-mudahan untuk siswa-siswi saya juga. Aamiin ya rabbal
alamin.
Salah
satu cerita yang menarik adalah saat proses pembuatan surat. Awalnya, saya
mengajak siswa membuat surat sebagai tabungan ‘menabung karya’. Saya berfikir
“Kenapa tidak saya kirimkan saya ke sekolah lain?”, Biarkan siswa-siswi dari
sekolah lain yang akan membalasnya.” Siang harinya saya umumkan di sebuah group
literasi Kota Cirebon, “Muridku membuat surat. Sekolah mana yang mau kami
kirimi surat, syaratnya balas surat dari kami ya.” Begitu kira-kira kalimat
yang saya ucapkan sepaket dengan foto siswa-siswi yang telah membuat surat.
Alhamdulillah banyak dari teman-teman guru yang merespon positif kegiatan ini,
hingga ada banyak guru yang berkata kegiatan ini menjadi salah satu inovasi
pembelajaran yang menyenangkan untuk para siswa. Di era globalisasi ini, di
mana banyak siswa yang lebih memilih berlama-lama dengan HP mereka, kita bawa
kembali pada kegiatan tulis-menulis, surat-menyurat ala siswa dengan
naturalnya. Singkat cerita, esoknya saya kirim ke lima sekolah yang berbeda.
Surat
yang sudah siap, ditambah amplop yang kami buat sendiri, kami masukan dalam
amplop cokelat besar yang biasa digunakan orang untuk melamar pekerjaan. Saya
membawa semua siswa (1 kelas) berjalan menuju kantor POS terdekat. Jarak dari
sekolah menuju kantor POS sekitar 15 menit berjalan kaki, memotong jalan,
memasuki gang gang kecil yang sempit seperti hendak berdemo. Tiba di depan
kantor POS tidak lupa saya mengabadikan moment dengan berswafoto bersama, jari
tangan dengan huruf ‘L’ yang berarti ‘Literasi’ dengan senyuman manis di bawah
terik matahari menjadi pilihan gaya kami.
Di
dalam kantor POS, Senyum petugas menyambut kedatangan kami semua, senyum tulus
tugas bercampur dengan aroma sedikit kaget melihat tingkah anak-anak kecil yang
baru kali pertama menginjak dan memasuki kantor POS. Tingkah anak-anak yang
malu-malu, bingung, mereka tampakan lewat tengokannya kepada saya. Saya dan
mereka semua memasuki kantor POS, memilih hanya berdiri di samping anak-anak,
membiarkan mereka bertransaksi sendiri.
“Selamat
siang, mau kirim surat ke mana?” Tanya petugas POS dengan senyumnya. “Ke teman
di sekolah lain.” Jawab salah satu murid saya, Vina namanya. “Boleh di minta
amplopnya, apa ini isinya?” Tanya Petugas lagi. “Isinya surat Bu.” Jawab Fadli
yang berdiri di samping Vina. “Baik, mau paket yang berapa lama, ada yang satu
hari sampai, ada yang dua atau tiga hari.” Petugas POS kembali bertanya dengan
menjelaskan. Kali ini anak-anak tidak langsung menjawab, terlihat mukanya
meminta petunjuk atau pertolongan karena bingung dengan menengok pada saya yang
sedari tadi hanya berdiri sambil memperhatikan di samping mereka. Saya mengerti
komunikasi nonverbal lewat isyarat wajah mereka dengan berkata, “Suratnya mau
pilih dikirim dengan paket yang mana, mau paket yang satu hari sampai atau
paket yang dua hingga tiga hari baru sampai. Kalau paket sehari sampai berarti
besok sudah sampai di tangan teman kita.” Anak-anak terlihat memperhatikan dan
memahami, kemudian Rianti salah satu siswi yang berdiri di depan menjawab,
“Yang satu hari saja Bu.” “Baik, paket yang satu hari biayanya 9000,- rupiah.”
Tak lama Rianti memberikan uang kepada Petugas POS. Uang yang mereka kumpulkan
sendiri pagi harinya di sekolah.
Keseruan
terjadi setelah transaksi selesai, ketika tangan mereka mendapat stempel POS
(Cap POS). Ruangan menjadi ramai, ribut, dengan tawa renyah dan senyum riang
mereka. Masing-masing dari mereka saling menunjukan stempel pos di tangannya.
Gaduh, riuh! Saya hanya tersenyum sambil memberi isyarat maaf dengan tangan
kepada petugas POS yang ikut tersenyum melihat tingkah anak-anak di sana.
Alhamdulillah, mereka petugas POS mengerti mereka adalah anak-anak kecil, yang
di manapun berada akan bermain dengan senangnya, tanpa beban, tanpa masalah.
Mereka adalah anak-anak yang baru pertama mendapat pengalaman baru. Pengalaman
yang mereka dapat karena telah membuat sebuah karya tulis sederhana berupa
surat yang hendak mereka kirimkan. Saya lihat satu per satu sorot mata mereka,
sinar mereka bicara, “Bagi kami, bahagia sesederhana ini.” Bahagianya bak
mendapat cap saat mau masuk dunia fantasi.
Kisah
lain yang tak kalah mengejutkan adalah saat proses pembuatan puisi. Saat kali
pertama saya membaca puisi salah satu siswi bernama Cindy Aurelia. Puisi yang
kemudian saya simpan di balik sampul buku sebagai apresiasi untuknya.
Begini
isi puisinya :
Ibu
Ibu, terima kasih kau telah
melahirkanku di dunia ini
Kau telah mengandungku hingga
9 bulan
Ibu, maafkan aku jika aku
berbuat salah
Ibu, terima kasih kau telah
mengurusku dari bayi hingga besar
Ibu…
Kaulah pahlawanku
Kaulah pelita hatiku
Kaulah penerang dalam hatiku
Ibu, terima kasih kau telah
merawatku jika aku sakit
Ibu kau begitu baik kepadaku
Ketika kupandang lekat pada
sudut matamu
Begitu banyak penderitaan yang
kau alami
Ibu, aku sangat berterima
kasih padamu
Aku sangat menyayangimu
Aku sangat mencintaimu
(Cindy Aurelia)
Bergetar
hati ini kali pertama membacanya, berkaca mata saya karena mengetahui sebuah
kejadian yang begitu mencekam yang dialami Cindy. Sore hari di rumah, saya
tuliskan sebuah cerita singkat tentang puisinya.
Gadis kecil di belakang sampul buku
Cindy aurelia namanya. Gadis kecil yang
cantik, baik, ramah, sopan dan pintar. Gadis kecil peringkat satu di kelasnya.
Kurang lebih baru sebulan Cindy kembali ke sekolah. Belum pernah mengikuti
kegiatan upacara ataupun olahraga.
Lukanya masih terlihat besar di kaki dan
tangannya.
Lukanya masih terasa perih saat ditanya.
Hingga kini, seminggu sekali lukanya masih
harus disuntik dan izin sekolah sesuai anjuran dokter esok harinya.
Lukanya masih terasa sakit katanya.
Sebelum UKK (ujian kenaikan kelas) kemarin
Cindy terkena musibah. Rumahnya dilahap api.
Tubuhnya terbakar, kaki, tangan hingga rambutnya
menjadi korban. Beruntung gadis kecil itu selamat.
Peristiwa terjadi pada malam hari, saat Cindy
terlelap di ruang TV.
Obat nyamuk bakar yang terkena kipas angin
jadi penyebabnya. Apinya loncat ke kasur, seketika api membesar, menghanguskan
satu ruangan.
Sang Kakak lari keluar panik, Ibundanya dengan naluri seorang Ibu, langsung melemparkan diri dalam kobaran api. Memeluk erat puteri kesayangannya. Merelakan tubuhnya sendiri merasakan panas. Berharap bisa menyelamatkan puterinya yang tertidur, bertarung melawan pusaran api yang semakin menjadi.
Dalam genting, Ayahnya bolak-balik memadamkan
api, menyelamatkan dua anggota keluarganya.
Api padam.
Mereka terselamatkan.
Setelah kejadian.
Luka bunda lebih parah dari anak gadisnya.
Punggungnya hangus, kaki tanggannya melepuh, hanya perut dan bagian lengan
depan saja yang normal sisanya terbakar, perih, panas, mengelupas, sakit. Sakit
yang teramat sakit. Untuk duduk saja tidak mampu. Hanya bisa tengkurap tanpa
bergerak!
Antara sadar dan tidak, antara berharap dan
pasrah, antara hidup dan mati. Semuanya tidak lagi penting, satu yang penting
adalah puteri kecilnya selamat. Membiarkan nyawanya yang melayang. Merelakan
jiwa raganya demi gadis kecil kebanggaannya, kesayangannya. Gadis kecil
harapannya kelak.
Istilah 'kasih ibu sepanjang masa' memang
benar adanya.
Cindy alami, Cindy rasakan, Cindy tuangkan
dalam puisinya.
Alhamdulillah, Kini, sang Bunda sudah
berangsur pulih. Sudah bisa beraktivitas kembali, walau belum mampu mengerjakan
pekerjaan yang berat, belum bisa mengendarai sepeda motor untuk mengantarkan
puterinya ke sekolah.
Setidaknya Bundanya tetap ada, tetap tersenyum
menyembunyikan segala sakitnya.
Jika bisa merasakan 'aura' dalam puisi Cindy.
" Itulah sebenarnya."
Itulah beberapa cerita
di balik proses kreatif pembuatan buku “Menulislah... ‘Sebebas-bebasnya’ Kamu
Suka.” yang bisa saya paparkan, selebihnya biarkan menjadi kenangan indah saya
bersama siswa-siswi kebanggan.
Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Sebuah buku hasil karya cipta anak-anak hebat. Sebuah
buku yang menginspirasi kita semua bahwa menulis bisa kita mulai sejak kita
duduk di bangku sekolah dasar.
Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka. Semoga buku ini menjadi karya tulis pertama juga sebagai karya
pendorong untuk mereka agar terus menggali kemampuan menulisnya. Semoga mereka
semua semakin bisa menuangkan segala ide, gagasannya dalam bentuk tulisan,
serta dapat memberikan keterampilan dasar literasi yang akan sangat bermanfaat
hingga mereka dewasa, sampai tiap dari mereka menjadi kebanggaan keluarga,
penerus perjuangan bangsa.
Akhirnya saya berdoa dan berharap, semoga buku
“Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka.” Menjadi
buku yang akan selalu mereka buka, mereka baca, mereka simpan dan mereka
jaga untuk selama-lamanya. Buku yang akan mereka baca lagi beberapa tahun, atau
puluhan tahun dari sekarang. Buku yang akan membuat mereka tersenyum karena
melihat tulisan tanggannya saat kelas IV SD dulu. Semoga buku “Menulislah...
‘Sebebas-bebasnya’ Kamu Suka,” ini menjadi buku yang mengantarkan mereka semua
pada kesuksesannya nanti. Aamiin yra.
Anak-anakku...
Berkaryalah...!
“Tanpa KARYA
kita hanya akan meninggalkan NAMA”
‘Adi Tama’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar