Series 5
Miau, Elan Membantu Pak Tani
Malam
semakin larut. Di dalam kamar, Miau masih melamun bahagia, membayangkan
kejadian beberapa waktu lalu saat teman-temannya datang membawakan kue kado
ulang tahun, bahagia rasanya memiliki teman-teman yang baik hati.
Sambil
memejamkan matanya Miau berdoa, “Tuhan.. Terimakasih untuk semua-muanya. Semoga
dengan bertambahnya usiaku ini, aku menjadi anak yang bisa membahagiakan Keluargaku,
Orang tua dan Adikku, aku bisa membantu teman-temanku, dan aku menjadi anak
yang baik. Aamiin.”
Selesai
berdoa, Miau terlelap dalam tidurnya.
Malam
berganti pagi. Matahari pagi tampak bersemangat memancarkan sinarnya.
Miau
sedang berjalan-jalan kecil di depan rumahnya. Sesekali ia memutar-mutarkan
badannya, mengangkat kakinya serta menggerakan kepalanya ke samping seperti
orang senam. “Tu dua tiga empat, satu dua tiga empat.” Begitu suara mulutnya
bersenandung.
Seperti
biasanya olahraga ringan di hari minggu adalah kegiatan rutin yang Miau lakukan
di depan rumahnya agar badannya tetap sehat dan kuat.
Setelah
berolahraga Miau segera membantu Ibu menyapu halaman, mengepel lantai dan
mencuci piring. Sedangkan adiknya membantu Ibu mengelap kaca dan juga meja yang
ada di dalam rumah supaya terlihat bersih dan tidak berdebu.
Tugas membantu Ibu sudah semua,
sekarang aku harus segera mandi dan sarapan lalu pergi bertemu dengan Elan.”
Miau berkata dalam hati.
Ya,
hari minggu yang cerah ini Miau ada janji bertemu Elan untuk membantu Pak Tani
di ladang.
Tak
lama Ibu berkata, “Miau, hari ini Ibu dan Adik akan pergi keluar, Miau
hati-hati ya di rumah, kalau mau keluar jangan lupa di kunci pintunya.”
“Iya
Ibu, hari ini aku sudah janji bertemu Elan, kita akan membantu Pak Tani di
ladang.” Miau menjawab sembari meminta izin pada Ibunya.
“Kalau
begitu sampaikan salam Ibu untuk Pak Tani dan Bu Tani ya, Ibu sudah lama tidak
mampir ke sana.” Ibu berkata lagi.
“Iya
baik Ibu, nanti Miau sampaikan salam dari Ibu. Ibu dan Adik juga hati-hati di
jalan” jawab Maiu kembali.
Tak lama setelah Ibu pergi bersama
Adik, Miau juga melangkah keluar rumah untuk bertemu dengan Elan. Berjalan
sendiri memasuki hutan menuju tempat mereka bertemu.
Sementara
itu Elan masih berada di rumahnya. Elan sedang melamun memandangi foto di kalung
lehernya yang selalu Ia bawa ke manapun dengan perasaan sedih.
Lamunannya
tersadarkan, ia ingat harus segera pergi bertemu dengan Miau. “Aku tidak boleh
sedih, aku harus segera pergi menemui Miau.” Elan berkata pada diri sendiri
lalu segera pergi terbang.
“Hai, Miau sudah lama menunggu?
Maafkan aku ya, aku terlambat.” Ucap Elan menyapa.
“Tidak
apa-apa Elan, aku juga baru sampai.” Jawab Miau.
“Kalau
begitu mari kita berangkat sekarang, ayo naik ke punggungku. Kita terbang
Miau.” Ajak Elan.
“Baiklah
Elan.” Jawab Miau senang.
“Hore,
hore, hore, aku terbang lagi.” Miau bersorak gembira.
Tak lama mereka sampai di ladang.
Pak Tani dan Bu Tani terlihat masih berada di saung baru mau memulai
aktivitasnya.
“Assalamualaikum
Pak Tani, Assalamualaikum Bu Tani, Selamat pagi.” Miau dan Elan menyapa kompak.
“Waalaikum
salam, Miau dan Elan, selamat pagi juga.” Jawab Pak Tani dan Bu Tani.
“Pak
Tani, hari ini bolehkah aku dan Elan membantu Pak Tani di ladang?” Miau
bertanya.
“Tentu
saja boleh Miau. Pak Tani dan Bu Tani akan merasa senang jika kalian ingin
membantu.” Jawab pak tani dengan senyuman ramah.
“Terima
kasih ya Pak Tani.” Kata Miau dan Elan bersemangat.
“Oh
iya Pak Tani, tadi Ibu menitip salam kepada Pak Tani dan Bu Tani. Katanya maaf Ibu
belum sempat datang ke rumah Pak Tani untuk bersilaturahmi.” Miau berkata
menyampaikan salam Ibunya.
“Salam
kembali ya Miau untuk Ibumu di rumah. Iya tidak apa-apa Miau, kami mengerti
kalau Ibumu pasti sibuk juga bercocok tanam di ladang.” Bu Tani menjawab.
“Tapi,
Apa yang bisa kami lakukan Pak Tani?” Elan bertanya sambil berfikir. Tangannya
berada di dagu dan kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri.
Pak
Tani diam sejenak berfikir, “Nah bagaimana jika Elan membantu menyiram tanaman
dari udara, sedangkan Miau, Pak Tani, dan Bu Tani memetik cokelat yang sudah
matang.”
“Baiklah
Pak Tani, Itu ide bagus.” Kata Elan lagi.
Bu
Tani, dan Miau hanya tersenyum.
Elan tampak bersemangat menyiram air
dari udara, dengan cakarnya yang menenteng dua ember berisi air. Elan
mengejakan tugasnya membantu Pak Tani dengan senang hati dan sambil
bernyanyi-nyanyi.
Dari
bawah Miau bicara keras ke arah Elan, “Elan yang benar menyiramnya, badanku
jadi basah terkena siraman airmu.” Sambil tertawa Elan membalas, “Maafkan aku
Miau, aku tak sengaja, itu arah angin yang berubah. Hehehe.” Di sampingnya Pak
Tani dan Bu Tani Hanya tersenyum manis melihat Miau dan Elan.
Pak Tani, Bu Tani dan juga Miau
masih berjalan memetik cokelat yang sudah matang. Sambil tangannya memetik
cokelat, Pak Tani menjelaskan, “Cokelat yang dipanen adalah cokelat yang sudah
tua sekitar berumur lima sampai enam bulan. Ciri-ciri cokelat yang siap panen
adalah warnanya sudah berubah. Biasanya Pak Tani memanen cokelatnya pada pagi
hari, cokelat yang dipetik kemudian dimasukan ke dalam karung atau keranjang. Setelah
dipanen masih banyak langkah yang harus dilakukan seperti pemeraman buah,
pemecahan buah untuk mengambil biji cokelatnya, biji yang sudah dikumpulkan
kemudian dicuci dan dikeringkan lalu dikemas.
“Oh
iya Miau, memetik cokelet itu tidak boleh dipelintir,” Ibu Tani menambahkan
sambil mencontohkan cara memetik cokelat yang benar.
Miau
tampak memperhatikan apa yang diucapkan Pak Tani dan Bu Tani sambil memetik
cokelat.
Tak
lama Elan ikut bergabung karena pekerjaannya menyiram sudah selesai.
“Cokelat
yang ini kok keras Pak Tani?” Elan bertanya.
“Hehe
iya Elan soalnya cokelatnya belum dipecah, kita masih harus memprosenya
terlebih dahulu sampai menjadi cokelat yang enak.” Pak Tani menjawab pertanyaan
Elan.
Tak terasa hari semakin siang,
pekerjaan Miau dan Elan membantu Pak Tani dan Bu Tani sudah selesai. Mereka
sedang beristirahat di saung melepas lelah.
Ibu
Tani menyiapkan makanan dan minuman cokelat yang sudah disiapkan dari tadi pagi
di rumahnya.
“Sekarang
kita makan siang dulu,” Ibu Tani berbicara.
“Asik,
kita makan-makan, kebetulan aku juga sudah lapar Bu tani” saut Elan senang.
“Mari
kita makan bersama,” Pak Tani berkata sambil mengambil piring.
“Mari
makan,” Ucap Miau dan Elan bersamaan.
“Alhamdulillah, aku sudah kenyang.”
Miau berkata.
“Aku
juga. Wah! Minuman cokelat ini enak sekali.” Kata Elan sambil meminum minuman
cokelat buatan Bu Tani.
“Hee,
iya Elan selain makanan, cokelat juga bisa diolah menjadi minuman yang sangat
enak.” Bu Tani menjawab dengan tawa kecil.
“Wah!
Hebat aku baru tahu ternyata banyak manfaat cokelat Bu Tani. Hehehe” kata Elan
lagi.
“Oh ya Miau, Elan. Terima kasih ya
hari ini kalian telah mambantu Pak Tani dan Bu Tani di ladang.” Kata Pak Tani.
“Kalau
kalian berdua mau cokelat, datang saja ke sini atau ke rumah.” Ibu Tani
menambahkan.
“Iya
terima kasih kembali Pak Tani.” Jawab Miau.
“Iya
Pak Tani, aku senang bisa membantu. Asik! Terima kasih banyak ya Bu Tani.” Kata
Elan bersorak.
“Jangan
lupa kalian juga harus membantu orang tua di rumah, meringankan pekerjaannya
misalnya menyapu atau mencuci piring.” Kata Pak Tani lagi.
“Iya
Pak Tani, setiap hari aku selalu membantu Ibu.” Jawab Miau.
“Aku
tidak punya orang tua Pak Tani, sejak kecil aku hidup sendiri.” Jawab Elan
Sedih mukanya tertunduk lesu.
“Aku
kangen sama Ibu dan Ayahku. Dulu kami hidup berbahagia bersama, hingga suatu
hari saat terbangun dari tidur aku berada disemak belukar. Ibu dan Ayah sudah
tidak ada lagi saat itu.
Aku
menangis, menunggu dan mencari tapi Ibu dan Ayahku tidak pernah kembali lagi.
Aku
sedih jika teringat mereka. Aku hanya punya ini, kalung pemberian mereka, ada
foto kami bersama dalam kalung itu. Kalau aku kangen atau teringat orang tuaku,
aku hanya bisa memandangi foto ini saja.” Suara Elan terdengar sedih.
Bu
Tani mendekati Elan, Tangannya mengelus tubuhnya sambil berkata, “Elan tidak
boleh sedih lagi, sekarang ada kami di sini, Ada Pak Tani, ada Bu Tani, dan
juga ada Miau yang selalu menjadi teman dan keluarga Elan.”
“Elan
doakan saja orang tuanya, semoga suatu hari nanti akan bertemu dan berkumpul
kembali.
“Kami
juga mendoakan yang terbaik untuk Elan.” Pak Tani ikut menghibur Elan.
“Iya
Elan, kamu jangan sedih ya. Aku janji akan selalu jadi sahabat kamu. Kamu boleh
main ke rumahku kapan saja kamu mau.” Miau berkata.
“Iya,
terima kasih semuanya. Terima kasih Pak Tani, Terima kasih Bu Tani, Terima
kasih Miau. Aku sangat senang bisa mengenal Pak Tani dan Bu Tani, aku juga
sangat senang bisa menjadi sahabatmu Miau. Aku tidak sedih lagi” Elan menjawab.
Setelah
lama beristirahat di saung, tak terasa hari sudah beranjak sore Miau dan Elan
berpamitan untuk pulang.
“Pak
Tani, Bu Tani hari sudah hampir sore, aku dan Elan pulang dulu.” Miau berkata.
“Iya
Miau, Elan hati-hati di jalan. Ini cokelat untuk kalian berdua.” Ucap Bu Tani
tangannya memberikan cokelat untuk Miau dan juga Elan.
“Terima
kasih banyak ya Bu Tani.” Miau dan Elan kompak.
“Mari naik lagi ke punggungku Miau,
kita pulang ke rumah.” Elan berkata pada Miau.
“Ayo
kita pulang, ayo kita terbang.” Jawab Miau senang.
“Mari
kita terbang.” Elan mengakhiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar