Pesan Buku

Untuk pemesanan buku langsung hub >>
Email : aditamacrb@gmail.com /
Whatsapp : 082119801010
Pengiriman luar kota menggunakan JNE / Tiki / Pos
(No. Resi segera dikirim kepada pemesan)

★ MIAU SI PUTIH Series 5

Series 5
Miau, Elan Membantu Pak Tani

Malam semakin larut. Di dalam kamar, Miau masih melamun bahagia, membayangkan kejadian beberapa waktu lalu saat teman-temannya datang membawakan kue kado ulang tahun, bahagia rasanya memiliki teman-teman yang baik hati.
Sambil memejamkan matanya Miau berdoa, “Tuhan.. Terimakasih untuk semua-muanya. Semoga dengan bertambahnya usiaku ini, aku menjadi anak yang bisa membahagiakan Keluargaku, Orang tua dan Adikku, aku bisa membantu teman-temanku, dan aku menjadi anak yang baik. Aamiin.”
Selesai berdoa, Miau terlelap dalam tidurnya.                            

Malam berganti pagi. Matahari pagi tampak bersemangat memancarkan sinarnya.
Miau sedang berjalan-jalan kecil di depan rumahnya. Sesekali ia memutar-mutarkan badannya, mengangkat kakinya serta menggerakan kepalanya ke samping seperti orang senam. “Tu dua tiga empat, satu dua tiga empat.” Begitu suara mulutnya bersenandung.
Seperti biasanya olahraga ringan di hari minggu adalah kegiatan rutin yang Miau lakukan di depan rumahnya agar badannya tetap sehat dan kuat.
Setelah berolahraga Miau segera membantu Ibu menyapu halaman, mengepel lantai dan mencuci piring. Sedangkan adiknya membantu Ibu mengelap kaca dan juga meja yang ada di dalam rumah supaya terlihat bersih dan tidak berdebu.

            Tugas membantu Ibu sudah semua, sekarang aku harus segera mandi dan sarapan lalu pergi bertemu dengan Elan.” Miau berkata dalam hati.
Ya, hari minggu yang cerah ini Miau ada janji bertemu Elan untuk membantu Pak Tani di ladang.
Tak lama Ibu berkata, “Miau, hari ini Ibu dan Adik akan pergi keluar, Miau hati-hati ya di rumah, kalau mau keluar jangan lupa di kunci pintunya.”
“Iya Ibu, hari ini aku sudah janji bertemu Elan, kita akan membantu Pak Tani di ladang.” Miau menjawab sembari meminta izin pada Ibunya.
“Kalau begitu sampaikan salam Ibu untuk Pak Tani dan Bu Tani ya, Ibu sudah lama tidak mampir ke sana.” Ibu berkata lagi.
“Iya baik Ibu, nanti Miau sampaikan salam dari Ibu. Ibu dan Adik juga hati-hati di jalan” jawab Maiu kembali.

            Tak lama setelah Ibu pergi bersama Adik, Miau juga melangkah keluar rumah untuk bertemu dengan Elan. Berjalan sendiri memasuki hutan menuju tempat mereka bertemu.

Sementara itu Elan masih berada di rumahnya. Elan sedang melamun memandangi foto di kalung lehernya yang selalu Ia bawa ke manapun dengan perasaan sedih.
Lamunannya tersadarkan, ia ingat harus segera pergi bertemu dengan Miau. “Aku tidak boleh sedih, aku harus segera pergi menemui Miau.” Elan berkata pada diri sendiri lalu segera pergi terbang.

            “Hai, Miau sudah lama menunggu? Maafkan aku ya, aku terlambat.” Ucap Elan menyapa.
“Tidak apa-apa Elan, aku juga baru sampai.” Jawab Miau.
“Kalau begitu mari kita berangkat sekarang, ayo naik ke punggungku. Kita terbang Miau.” Ajak Elan.
“Baiklah Elan.” Jawab Miau senang.
“Hore, hore, hore, aku terbang lagi.” Miau bersorak gembira.

            Tak lama mereka sampai di ladang. Pak Tani dan Bu Tani terlihat masih berada di saung baru mau memulai aktivitasnya.
“Assalamualaikum Pak Tani, Assalamualaikum Bu Tani, Selamat pagi.” Miau dan Elan menyapa kompak.
“Waalaikum salam, Miau dan Elan, selamat pagi juga.” Jawab Pak Tani dan Bu Tani.
“Pak Tani, hari ini bolehkah aku dan Elan membantu Pak Tani di ladang?” Miau bertanya.
“Tentu saja boleh Miau. Pak Tani dan Bu Tani akan merasa senang jika kalian ingin membantu.” Jawab pak tani dengan senyuman ramah.
“Terima kasih ya Pak Tani.” Kata Miau dan Elan bersemangat.
“Oh iya Pak Tani, tadi Ibu menitip salam kepada Pak Tani dan Bu Tani. Katanya maaf Ibu belum sempat datang ke rumah Pak Tani untuk bersilaturahmi.” Miau berkata menyampaikan salam Ibunya.
“Salam kembali ya Miau untuk Ibumu di rumah. Iya tidak apa-apa Miau, kami mengerti kalau Ibumu pasti sibuk juga bercocok tanam di ladang.” Bu Tani menjawab.
“Tapi, Apa yang bisa kami lakukan Pak Tani?” Elan bertanya sambil berfikir. Tangannya berada di dagu dan kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri.
Pak Tani diam sejenak berfikir, “Nah bagaimana jika Elan membantu menyiram tanaman dari udara, sedangkan Miau, Pak Tani, dan Bu Tani memetik cokelat yang sudah matang.”
“Baiklah Pak Tani, Itu ide bagus.” Kata Elan lagi.
Bu Tani, dan Miau hanya tersenyum.

            Elan tampak bersemangat menyiram air dari udara, dengan cakarnya yang menenteng dua ember berisi air. Elan mengejakan tugasnya membantu Pak Tani dengan senang hati dan sambil bernyanyi-nyanyi.
Dari bawah Miau bicara keras ke arah Elan, “Elan yang benar menyiramnya, badanku jadi basah terkena siraman airmu.” Sambil tertawa Elan membalas, “Maafkan aku Miau, aku tak sengaja, itu arah angin yang berubah. Hehehe.” Di sampingnya Pak Tani dan Bu Tani Hanya tersenyum manis melihat Miau dan Elan.

            Pak Tani, Bu Tani dan juga Miau masih berjalan memetik cokelat yang sudah matang. Sambil tangannya memetik cokelat, Pak Tani menjelaskan, “Cokelat yang dipanen adalah cokelat yang sudah tua sekitar berumur lima sampai enam bulan. Ciri-ciri cokelat yang siap panen adalah warnanya sudah berubah. Biasanya Pak Tani memanen cokelatnya pada pagi hari, cokelat yang dipetik kemudian dimasukan ke dalam karung atau keranjang. Setelah dipanen masih banyak langkah yang harus dilakukan seperti pemeraman buah, pemecahan buah untuk mengambil biji cokelatnya, biji yang sudah dikumpulkan kemudian dicuci dan dikeringkan lalu dikemas.
“Oh iya Miau, memetik cokelet itu tidak boleh dipelintir,” Ibu Tani menambahkan sambil mencontohkan cara memetik cokelat yang benar.
Miau tampak memperhatikan apa yang diucapkan Pak Tani dan Bu Tani sambil memetik cokelat.
Tak lama Elan ikut bergabung karena pekerjaannya menyiram sudah selesai.
“Cokelat yang ini kok keras Pak Tani?” Elan bertanya.
“Hehe iya Elan soalnya cokelatnya belum dipecah, kita masih harus memprosenya terlebih dahulu sampai menjadi cokelat yang enak.” Pak Tani menjawab pertanyaan Elan.

            Tak terasa hari semakin siang, pekerjaan Miau dan Elan membantu Pak Tani dan Bu Tani sudah selesai. Mereka sedang beristirahat di saung melepas lelah.
Ibu Tani menyiapkan makanan dan minuman cokelat yang sudah disiapkan dari tadi pagi di rumahnya.
“Sekarang kita makan siang dulu,” Ibu Tani berbicara.
“Asik, kita makan-makan, kebetulan aku juga sudah lapar Bu tani” saut Elan senang.
“Mari kita makan bersama,” Pak Tani berkata sambil mengambil piring.
“Mari makan,” Ucap Miau dan Elan bersamaan.

            “Alhamdulillah, aku sudah kenyang.” Miau berkata.
“Aku juga. Wah! Minuman cokelat ini enak sekali.” Kata Elan sambil meminum minuman cokelat buatan Bu Tani.
“Hee, iya Elan selain makanan, cokelat juga bisa diolah menjadi minuman yang sangat enak.” Bu Tani menjawab dengan tawa kecil.
“Wah! Hebat aku baru tahu ternyata banyak manfaat cokelat Bu Tani. Hehehe” kata Elan lagi.

            “Oh ya Miau, Elan. Terima kasih ya hari ini kalian telah mambantu Pak Tani dan Bu Tani di ladang.” Kata Pak Tani.
“Kalau kalian berdua mau cokelat, datang saja ke sini atau ke rumah.” Ibu Tani menambahkan.
“Iya terima kasih kembali Pak Tani.” Jawab Miau.
“Iya Pak Tani, aku senang bisa membantu. Asik! Terima kasih banyak ya Bu Tani.” Kata Elan bersorak.
“Jangan lupa kalian juga harus membantu orang tua di rumah, meringankan pekerjaannya misalnya menyapu atau mencuci piring.” Kata Pak Tani lagi.
“Iya Pak Tani, setiap hari aku selalu membantu Ibu.” Jawab Miau.
“Aku tidak punya orang tua Pak Tani, sejak kecil aku hidup sendiri.” Jawab Elan Sedih mukanya tertunduk lesu.
“Aku kangen sama Ibu dan Ayahku. Dulu kami hidup berbahagia bersama, hingga suatu hari saat terbangun dari tidur aku berada disemak belukar. Ibu dan Ayah sudah tidak ada lagi saat itu.
Aku menangis, menunggu dan mencari tapi Ibu dan Ayahku tidak pernah kembali lagi.
Aku sedih jika teringat mereka. Aku hanya punya ini, kalung pemberian mereka, ada foto kami bersama dalam kalung itu. Kalau aku kangen atau teringat orang tuaku, aku hanya bisa memandangi foto ini saja.” Suara Elan terdengar sedih.
Bu Tani mendekati Elan, Tangannya mengelus tubuhnya sambil berkata, “Elan tidak boleh sedih lagi, sekarang ada kami di sini, Ada Pak Tani, ada Bu Tani, dan juga ada Miau yang selalu menjadi teman dan keluarga Elan.”
“Elan doakan saja orang tuanya, semoga suatu hari nanti akan bertemu dan berkumpul kembali.
“Kami juga mendoakan yang terbaik untuk Elan.” Pak Tani ikut menghibur Elan.
“Iya Elan, kamu jangan sedih ya. Aku janji akan selalu jadi sahabat kamu. Kamu boleh main ke rumahku kapan saja kamu mau.” Miau berkata.
“Iya, terima kasih semuanya. Terima kasih Pak Tani, Terima kasih Bu Tani, Terima kasih Miau. Aku sangat senang bisa mengenal Pak Tani dan Bu Tani, aku juga sangat senang bisa menjadi sahabatmu Miau. Aku tidak sedih lagi” Elan menjawab.
           
Setelah lama beristirahat di saung, tak terasa hari sudah beranjak sore Miau dan Elan berpamitan untuk pulang.
“Pak Tani, Bu Tani hari sudah hampir sore, aku dan Elan pulang dulu.” Miau berkata.
“Iya Miau, Elan hati-hati di jalan. Ini cokelat untuk kalian berdua.” Ucap Bu Tani tangannya memberikan cokelat untuk Miau dan juga Elan.
“Terima kasih banyak ya Bu Tani.” Miau dan Elan kompak.

            “Mari naik lagi ke punggungku Miau, kita pulang ke rumah.” Elan berkata pada Miau.
“Ayo kita pulang, ayo kita terbang.” Jawab Miau senang.

“Mari kita terbang.” Elan mengakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  GAMBARAN DIRI GURU PENGGERAK TIGA TAHUN KE DEPAN   Jika disederhanakan dalam dua kata saya ingin terus BELAJAR dan BERBAGI.   As...