Pesan Buku

Untuk pemesanan buku langsung hub >>
Email : aditamacrb@gmail.com /
Whatsapp : 082119801010
Pengiriman luar kota menggunakan JNE / Tiki / Pos
(No. Resi segera dikirim kepada pemesan)

★ MIAU SI PUTIH Series 1

MIAU SI PUTIH

Series 1
Miau, Elan dan Cokelat dari Pak Tani

Di suatu sore yang sejuk, berjalan seekor Kucing bermain di lapangan bersama teman-temannya.

“Hai semuanya, namaku Miau Si Putih. Aku seekor Kucing yang cantik.”
“Kulitku putih, seluruh tubuhku berwarna putih kecuali tanda lahir titik berwarna kuning yang berada di tengah dahiku, di antara bulu mataku.”
“Buluku lembut dan harum, aku rajin mandi. Biasanya aku mandi dua kali sehari. Tapi kalau aku lagi malas aku hanya mandi satu kali, satu kalinya hanya mencuci muka agar wajahku tetap terlihat cantik dan teman-teman menyukaiku.”

Kenalkan ini teman-temanku.
“Yang ini namanya Uni Si Kuning, yang ini Tami Si Hitam Manis, mereka perempuan sama seperti aku.”
“Yang ini namanya Elang Si Belang, dan yang itu yang sedang besantai di atas ranting pohon namanya Aro Si Kucing Garong mereka berdua laki-laki.”
“Mereka semua baik-baik, kita Kucing yang baik hati. Suka menolong sesama, suka membantu sesama.”
“Hanya Aro terkadang suka jahil, ia suka mengerjai aku dan temanku sampai kita menangis dan ia tertawa senang. Tetapi sebenarnya Aro juga baik, ia tidak jahat.”

“Teman-teman sudah sore, sudah mau Magrib ayo kita pulang ke rumah,” kata Uni
“Ya, Uni benar sudah hampir Magrib sebaiknya kita pulang ke rumah,” kataku menambahkan.
“Baiklah, ayo semua kita pulang, besok lagi kita bermainnya.” Tami bicara.
Dan sore itu semuanya pulang ke rumahnya masing-masing, termasuk aku.

Sampai di rumah, Ibu dan Adik sudah bersiap untuk Shalat Magrib.

“Ibu tunggu dulu sebentar, Miau juga mau Shalat bersama Ibu.” Aku berkata kemudian bergegas mengambil air wudhu.
“Iya, Ibu tunggu Miau,” sambut Ibu dengan senyum manisnya.
Kita menunaikan Shalat Magrib berjamaah bertiga, Ibu, Aku, dan Adikku.
Selesai Shalat aku mencium tangan Ibu, lalu belajar.
Biasanya Ibu juga mengajarkan Adikku belajar membaca dan menulis seusai Shalat.
Ayahku sedang tidak ada di rumah, Ia bekerja di luar kota, di hutan sebelah kata Ibu.

Oia teman-teman “itu Ibuku, Ibuku berkulit putih.”
“Setiap hari ibu bekerja di ladang, bercocok tanam.”
“Dan yang itu, Adikku namanya Snow kulitnya putih juga tetapi ada belang warna kuning di badannya.”
“Diberi nama Snow katanya waktu kecil dulu, Adikku senang tidur di kapuk, setiap pagi setelah bangun tidur ia selalu menggerakan tubuhnya yang penuh kapuk sehingga kapuk-kapuk yang menempel ditubuhnya berterbangan seperti salju. Sejak saat itu ia diberi nama Snow oleh Ibu.”

“Aku sendiri bernama Miau, kata Ibu waktu aku kecil dulu, jika menangis aku selalu berkata miau, miau, miau, miau. Sejak saat itu aku diberi nama Miau.
Sampai sekarang kalau aku sedang sedih, atau aku membutuhkan pertolongan aku selalu menangis dan berkata miau, miau, miau, miau.”

Hari sudah malam, aku harus segera tidur dulu, mengisi tenagaku untuk esok hari. Besok aku membantu ibu dan bermain lagi.

Siang itu aku bermain sendiri, teman-temanku sedang tak ada di lapangan. Mungkin mereka sedang di rumahnya. Aku berjalan sendiri ke kebun Pak Tani. Aku melihat Pak Tani yang sedang memanen cokelat.
Pak Tani baik hati suka memberi aku cokelat kalau aku main ke kebunnya.
“Miau ini buatmu,” kata Pak Tani yang dari tadi memperhatikanku.
“Terima kasih Pak Tani” Aku menerima senang.
“Iya, sama-sama Miau. Ke mana teman-teman yang lain?” Pak Tani bertanya.

“Tidak tahu Pak Tani, Aku tidak melihat mereka di lapangan.” Jawabku.
“Ya sudah, nanti pulangnya hati-hati Miau,” pesan Pak Tani.
“Iya, Pak Tani terima kasih.”

Dari kebun Pak Tani aku kembali pulang ke rumah.
Dari kebun Pak Tani ke rumahku. Aku harus berjalan menyisir (jalan di tepi) hutan.
Aku tidak takut untuk keluar-masuk ke dalam hutan sendirian.
Karena rumahku memang berdekatan dengan hutan belantara.
Kalau mengambil air di sungai, aku juga harus melewati hutan ini.

Aku berjalan sendirian.

Ketika aku sedang berjalan pulang, aku melihat seekor Burung Elang sedang berdiam di bawah pohon yang besar.
Aku menghampirinya dan bertanya “Hai Burung Elang, sedang apa kamu.”
“Aku sedang mencari makanan,” katanya.
“Ini aku punya cokelat dua pemberian Pak Tani, kamu boleh ambil satu jika mau,” tawarku.
“Benar, aku boleh mencobanya?” Burung Elang bertanya senang.
“Iya benar, kita makan bersama saja, kamu satu, aku satu,” kataku.
“Baiklah, terima kasih Kucing Putih,” kata Buung Elang tangannya mengambil cokelat dariku lalu memakannya.
“Wah, enak sekali cokelat ini, dapat dari mana kamu kucing putih,” tanyanya lagi.
“Aku dapat diberi oleh Pak Tani yang baik hati, aku tahu rumahnya. Kamu mau aku ajak ke rumah Pak Tani?” Tawarku.
“Wah boleh-boleh, kapan kita ke sana? Apakah aku akan dapat cokelat enak lagi?” Tanya Elang bersemangat.
“Ya sudah, nanti besok sore aku antar kamu ke rumah Pak Tani, tidak tahu Burung Elang, tapi biasanya Pak Tani suka memberi cokelat kalau kita jujur. Kita tidak boleh mencuri, jika mau cokelat kita bilang saja sejujurnya,” kataku menjelaskan.
“Baiklah Kucing Putih, aku janji aku tidak akan mencuri cokelat Pak Tani. Kenapa kita tidak berangkat sekarang?”
“Sekarang sudah sore Elang, aku harus pulang ke rumah, Ibu dan Adikku sudah menungguku. Aku harus Shalat dan mengaji,” jawabku.
“Besok sore saja kita bertemu lagi di sini, aku akan antar kamu ke rumah Pak Tani,” aku menambahkan.
“Oh begitu, baiklah Kucing Putih besok sore kita bertemu lagi. Terima kasih sebelumnya Kucing Putih,” katanya.
“Oh iya, Kucing Putih, siapa namamu? Aku Elan Si Burung Elang,” katanya sambil menyodorkan tangannya mengajak berkenalan.
“Aku Miau Si Kucing Putih, Elan. Senang bisa berteman denganmu,” kataku sambil menjabat tangannya.
“Iya Miau, aku juga senang, terima kasih sekali lagi untuk cokelatnya ya,” kata Elan
“Iya sama-sama Elan, kalau begitu aku pulang dulu. Sampai besok Elan.” Kataku mengakhiri.

Sesampainya di rumah seperti biasa aku segera mandi, lalu bersiap Shalat dan belajar.
Malam itu setelah Shalat, aku yang mengajari Adik belajar membaca, sedangkan Ibu menyiapkan makan malam.

Keesokan harinya.

Sore itu seperti janji kemarin aku bertemu kembali dengan Elan Si Burung Elang dan akan mengantarkannya ke rumah Pak Tani.
Elan sudah menungguku di tempat kemarin.
“Hai, Miau aku kira engkau tidak datang,” katanya bertanya.
“Datang Elan, kan aku sudah beranji kepadamu. Aku harus menepati janjiku,” jawabku.
“Ayo Elan kita berangkat sekarang,” kataku lagi

Sekitar lima belas menit aku dan Elan sudah berada di depan rumah Pak Tani.
Pak tani sedang duduk santai di halaman rumahnya.
“Assalamualaikum Pak Tani, selamat sore.” Aku menyapa.
“Waalaikumsalam Miau, halo Miau dengan siapa?”
“Ini Elan Si Burung Elang temanku Pak Tani, kemarin aku kasih coba cokelat pemberian Pak Tani, katanya sangat enak” kataku.
“Oh begitu, hehehe.” Pak Tani tertawa mendengarnya.
“Duduklah dulu, Pak Tani akan ambilkan cokelat untuk kalian berdua,” katanya

Aku dan Elan duduk di pekarangan rumah Pak Tani, tiba-tiba Ibu Tani datang membawakan minum untuk kami.
“Ini di minum dulu sambil menunggu,” tawar Ibu Tani ramah dengan senyuman.
“Iya Bu Tani, terima kasih.” Aku dan Elan menjawab.
Tak lama Pak Tani datang membawa cokelat “Ini cokelatnya, kalau mau silakan ambil,” tawar Pak Tani.
“Kebetulan Pak Tani dan Ibu Tani baru panen kemarin jadi di rumah masih banyak persediaan cokelatnya.” Pak Tani menjelaskan sambil tersenyum.
“Benarkan kata aku, Pak Tani baik hati suka memberi cokelat Elan.” Aku berkata.
“Iya Miau, Pak Tani baik hati,” kata Elan.
“Terima kasih ya Pak Tani.” Elan berkata tiba-tiba sambil mencicipi cokelat.
“Hmmmm enak sekali rasanya, benar-benar enak,” katanya lagi.
“Ambil lagi Elan silakan habiskan. Kita memang harus saling memberi dan membantu sesama.” Pak Tani berbicara.
“Kita juga harus saling menghargai dan menghormati yang berbeda dengan kita dan satu lagi kita harus selalu menjaga kejujuran, tidak boleh berbohong,” ucap Pak Tani lagi.
“Iya Pak Tani terima kasih nasihatnya,” Aku dan Elan kompak menjawab.
“Aku juga akan selalu jujur, tidak mau berbohong Pak Tani, kata Ibu berbohong itu Dosa,” kataku.
“Aku juga,” kata Elan dengan mulut yang penuh cokelat.
“Pak Tani dan Bu Tani mendengarkan dengan senyuman.”

 Kita semua tertawa senang sore itu.

 Aku dan Elan berpamitan kepada Pak Tani dan Bu Tani.

“Hari sudah sore, kami pulang dulu ya Pak Tani, Bu Tani terima kasih banyak cokelatnya,”
“Iya, hati-hati di jalan. Mampir saja ke rumah atau ke kebun kalau mau cokelat lagi,” Pak Tani dan Bu tani serempak bicara dengan senyuman.

“Terima kasih ya Miau aku senang sekali hari ini, perutku juga kenyang hehe. Sampai berumpa lagi Miau,” kata Elan.
“Iya sama-sama Elan. Sampai berjumpa lagi”

Aku kembali pulang ke rumah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  GAMBARAN DIRI GURU PENGGERAK TIGA TAHUN KE DEPAN   Jika disederhanakan dalam dua kata saya ingin terus BELAJAR dan BERBAGI.   As...