Pesan Buku

Untuk pemesanan buku langsung hub >>
Email : aditamacrb@gmail.com /
Whatsapp : 082119801010
Pengiriman luar kota menggunakan JNE / Tiki / Pos
(No. Resi segera dikirim kepada pemesan)

★ Tolong! Jadikan Guru Seperti Guru.

TOLONG! JADIKAN GURU SEPERTI GURU.

Sejenak kita tengok contoh profesi ini, seorang dokter spesialis jantung hanya akan bekerja mengobati pasien dengan penyakit jantung.
Seorang dokter spesialis mata hanya akan menyembuhkan pasien yang bermasalah dengan mata. Seorang atlet sepakbola hanya akan bermain sepakbola.
Seorang atlet bulutangkis, mereka hanya akan bertanding dan berjuang untuk memenangkan pertandingan bulutangkis.
Begitu juga dengan profesi lain seperti polisi, TNI, programer, arsitek, apoteker, petani, nelayan, hingga marketing.
Mereka hanya akan menjalankan kewajiban yang sesuai dengan profesi atau keahliannya.
Bukan yang lain!
           
Sekarang mari bandingkan dengan seorang guru SD. Selain harus melaksanakan tugas mengajar yang 24 jam seminggu lengkap dengan administrasi pembelajaran yang harus disiapkan. Seorang guru SD masih harus berjibaku dengan segudang tugas lainnya yang harus selesai tepat waktu, walaupun harus dipaksakan dari tupoksinya.
Sebut saja misalnya menyusun RKA, membuat LPJ, Program atau membuat Proposal.
Ditambah aplikasi online yang begitu banyak seperti Dapodik, Simda, Sipda, PKB, PMP, PUPNS, Padamu Negeri, dan sebagainya.
Kemudian ada lagi tugas seperti rapat KKG, UKG atau rapat sosialisasi yang diadakan dinas setempat.
Begitu hebatnya seorang guru SD bukan?

          Mari kita renungkan waktu yang diperlukan seorang guru SD untuk mengerjakan contoh uraian tugas di atas.
Bukankah contoh tersebut akan menyita waktu?
Kapan mengerjakannya?
Apakah harus meninggalkan kelas dan siswanya?
Apakah harus dikerjakan seusai mengajar, selepas jadwal eskul atau les?
Apakah akan dikerjakan pada sore atau malam hari di rumah?

      Jika kita bayangkan hal di atas, kita tidak akan menemukan ritme yang jelas dari pekerjaan seorang guru SD.
Antara kewajiban melaksanakan tupoksinya yaitu mengajar dan mendidik, dan juga harus mengerjakan kewajiban lain yang sama-sama penting, sama-sama memiliki batas waktu penyelesaian.
     
       Bukankah sekarang sudah ada tenaga kependidikan khusus seperti petugas TU atau operator sekolah yang mengurus segala administrasi?
Untuk sebagian daerah dan sebagian sekolah memang sudah ada operator sekolah khusus, tetapi sebagian daerah lain atau sebagian sekolah lain belum memilikinya.
Semua tugas itu masih dirangkap oleh guru yang bertugas di sekolah tersebut.
Tidak ada biaya untuk membayar tenaga tambahan, belum mendapat orang untuk mengisi post kosong sebagai operator sekolah atau juga tidak ada yang berminat untuk menjadi operator sekolah. Karena nasibnya akan sama tidak jelasnya dengan tenaga honorer!


        Penghasilan. Sekarang seorang guru sudah mendapatkan tunjangan profesi yang biasa disebut sertifikasi dengan jumlah yang banyak.
Banyak?
Sebanyak-banyaknya tidak lebih banyak dari penghasilan seorang wakil rakyat yang duduk di gedung DPR sana, atau tidak lebih banyak dari penghasilan seorang Menteri.
Ya begitulah adanya, orang-orang yang ada di barisan paling depan dalam mencerdaskan bangsa selalu mendapatkan tugas yang lebih besar dari pekerjaan wajibnya.
Belum lagi jika kita menengok seorang guru honorer!
Semua orang tahu, semua orang akan merasa miris, bukan lagi melihat sebelah mata tetapi menutup kedua matanya bila mendengar kisah seorang guru honorer.
Dengan penghasilan yang sangat super minim mereka tetap mengerjakan kewajibannya seperti seorang guru PNS atau guru yang sudah bersertifikat.

Salah sendiri kenapa mau menjadi tenaga honorer, kan sudah tahu aturan bahwa mereka tidak akan menuntut untuk diangkat menjadi PNS.       
Pernyataan di atas setengah benar, bahwa ada aturan tertulis seorang tenaga honorer tidak akan menuntut untuk menjadi PNS.
Di sisi lain, sekolah memang membutuhkan tenaga honorer baik itu guru atau operator, karena pemerintah baik itu pusat atau daerah tahu percis, kita kekurangan guru dan sekolah membutuhkan operator.

Apa jadinya jika tidak ada tenaga honorer? Yang terjadi adalah tugas-tugas yang ada di kelas, sekolah, dan administrasi lain yang segudang banyaknya itu akan terbengkalai, berantakan, tak karuan.
Tugas-tugas tersebut tidak akan pernah selesai tepat waktu atau bisa jadi tidak akan pernah selesai selamanya!
Sedangkan kita hanya bisa terdiam, sesekali mengucapkan apresiasi terhadap loyalitasnya kepada siswa, sekolah, pemerintah dan negara.
Sayangnya apresiasi kita tidak bisa digunakan untuk membeli beras, atau makan keluarganya. Dengan upah yang hanya sekitar tiga ratus ribu sebulan.
Ya, hanya sekitar tiga ratus ribu atau bahkan mungkin ada yang kurang dari itu di zaman sekarang, di mana semua harga melejit ke langit.

Sedangkan jangankan penghasilan, untuk membuat NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) saja sulitnya setengah mati.
Syarat utama harus memiliki SK dari Walikota atau Bupati.
Fenomena di atas menjadi  terlihat lucu.
Seorang guru honorer yang bekerja di sekolah, SKnya hanya ditanda tangani kepala sekolah, di bawah naungan UPT dan Dinas Pendidikan harus meminta SK dari Walikota atau Bupati hanya sebagai syarat pengajuan NUPTK.
Sekilas tingkatan di atas seperti berlomba-lomba mencuci tangan.
Dinas Pendidikan tidak mau bertanggung jawab atau memberikan SK tugas dengan alasan aturan dan menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah, sedangkan Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota atau Bupati merasa tenaga honorer tidak berada di bawahnya.
Lalu siapa yang salah?

           Belum lagi jika kita melihat guru yang bertugas di daerah terpencil. Di daerah terluar, terdepan dan tertinggal.
Dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, mereka masih berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan sistem pendidikan yang sudah tersusun dan terprogram.
Banyak dari mereka yang masih berijazah SMU, belum memenuhi syarat minimal seorang pengajar dalam undang-undang nomor 14 tentang guru dan dosen.
Di luar kelemahannya itu, kita harus bersyukur karena masih ada orang di pelosok nusantara sana yang mengabdikan dirinya menjadi seorang pendidik tanpa pamrih.
Mungkin saja upah honornya belum dibayarkan selama berbulan-bulan, harus mendaki gunung melewati hutan dan lembah setiap hari tanpa ada akses kendaraan atau jalan yang layak hanya untuk membagikan ilmu kepada anak didiknya.
           
Dari sisi kurikulum atau sistem pendidikan yang terus berganti. Mulai dari KBK yang hanya berjalan beberapa tahun, berganti KTSP, lalu kurikulum 2013.
Di tengah perjalanan kurtilas (kurikulum 2013) terdengar kabar nyaring bahwa kurikulum tersebut batal dan kembali pada KTSP, kemudian terjadi kurikulum kurtilas revisi dan saat ini mulai dijalankan bertahap di setiap sekolah.
Baru saja dijalankan secara bertahap, sudah terdengar lagi akan ada kurikulum baru kembali yang entah benar atau tidak.

Kurikulum memang harus berubah seiring perkembangan zaman, tetapi tidak mesti berubah konsep terus-menerus dalam beberapa tahun, atau istilah kerennya setiap ganti Menteri Pendidikan.
Bisa dibayangkan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk merancang, menyusun, memberikan sosialisasi kepada guru di tiap daerah hingga melaksanakannya. Sangat banyak bukan?
Padahal cukup merubah komponen-komponen di dalamnya saja yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, guru, sekolah atau lingkungan setempat.
Ditambah wacana kemarin yang masih hangat di telinga kita tentang Full Day School.
Memicu polemik dan kontroversi yang beragam antar kalangan.

            Dalam sistem pembelajaran, ketika guru mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia yang enam jam pelajaran seminggu dan SBK yang hanya dua jam pelajaran seminggu.
Kita harus sadar bahwa sistem yang ada adalah bentuk dari penyeragaman kemampuan.
Sedangkan kita tahu bahwa setiap manusia dilahirkan berbeda.
Berbeda latar belakang, berbeda kemampuan, keterampilan, kegemaran, berbeda bakat, minat dan potensinya.
Bayangkan!
Pelajaran Matematika KKM 75.
Hal di atas merupakan salah satu pemaksaan kehendak.
Contoh nyata penyeragaman yang tersistem.
Lebih mengerikan lagi jika disebut penjajahan karakter!
Bagaimana mungkin siswa yang lebih menggemari seni atau PJOK harus mendapat KKM Matematika 75.
Sebagai orang dewasa, saya yang lebih menyukai tulisan dan bahasa akan menolak jika harus dipaksa menghapal rumus-rumus.
Orang yang lebih berbakat mengaji tidak perlu dipaksa untuk bernyanyi.
Inilah pendidikan seharusnya.
Fungsi sekolah adalah mencari, menemukan, dan mengembangkan potensi, bakat dan minat setiap anak.
Bukan memaksa mereka untuk seragam dalam kemampuan.

Kita harus melihat dan mencontoh perjuangan seorang Bu Mus dalam film laskar pelangi. Mengajar dan mengabdikan dirinya di sekolah terpencil dengan penuh kasih sayang.
Menanamkan nilai-nilai ‘hati’ bukan hanya tentang ‘angka’.
Dari sana kita dapat mengambil pelajaran berharga yaitu memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk berinteraksi lebih dekat dengan siswanya.
Menyentuh dan membentuk ikatan emosional antara guru dan siswa.
Tidak hanya mentransfer ilmu praktis, sesuai dengan sistem ataupun jadwal yang berujung pada nilai-nilai dan target KKM yang selama ini masih menjadi kebanggaan.
Baik itu untuk guru, sekolah, dan seluruh element yang berhubungan jika siswanya mendapat nilai tinggi.

            Berbicara tentang dunia pendidikan, kita semua tahu bahwa masih sangat banyak antrian PR panjang yang harus diselesaikan bersama, mulai dari pemerintah pusat, daerah, sekolah, guru, komite hingga orang tua siswa.
Semuanya perlu melihat dari sisi yang sama, dari sudut pandang yang sama.
Semuanya harus melihat pendidikan secara utuh. Tidak bisa tidak!
Ibarat tubuh kita, pemerintah sebagai pembuat sistem dan kebijakan seperti layaknya kepala.
Guru beserta SDM lain di dalamnya adalah badan.
Kepala tidak akan hidup tanpa badan, pun begitu sebaliknya.
Semuanya butuh andil nyata bukan hanya memahami bahwa pendidikan itu penting untuk setiap generasi dan berkembangnya suatu bangsa.
Agar sistem pendidikan yang ada akan berjalan dengan laik dan sesuai dengan target yang ditetapkan sekolah ataupun pemerintah.

         Kita semua, sebagai orang-orang yang berada di dalam dunia pendidikan. Orang yang terus berjuang mewujudkan isi pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk peka lebih dalam lagi terhadap sistem pendidikan yang ada dengan sumber daya manusia yang menjalankannya.
Sistem pendidikan mulai dari kurikulum, program, laporan, proposal, jadwal serta data baik luring (offline) maupun daring (online) dengan SDM yang mengerjakan atau menjalankannya, entah itu guru PNS, guru honorer atau operator sekolah.
Mereka semua adalah komponen, partikel, bagian dari dunia pendidikan!
Kita harus selalu ingat bahwa mereka berkeringat, bung!
Mereka perlu hidup untuk bertahan!

           Dalam hal ini, Pemerintah mempunyai peranan yang teramat penting untuk menyediakan jalan yang terang kepada setiap guru.
Baik itu guru PNS, guru honor, ataupun operator sekolah.
Harus ada kejelasan yang jelas tentang masa depan mereka.
Bukan hanya tertulis dalam aturan tetapi juga dalam implementasinya.
Harus ada kerjasama yang nyata, sejalan, selaras dan berkesinambungan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.
Tidak ada lagi guru yang merangkap tugas ini itu di luar tupoksinya.
Tidak ada lagi honorer yang kebingungan ketika mengusulkan sesuatu atau tentang masa depan mereka.
Tidak ada lagi guru yang justru akan dihukum, di penjara ketika menghukum siswanya yang bersalah. 
Tidak ada lagi kasus siswa memukuli gurunya sendiri, atau kasus orang tua siswa yang menghajar guru karena membela anaknya yang bersalah.
Itu menyedihkan saudara!
Pemerintah juga harus memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, serta menyediakan akses kemudahan terhadap segala fasilitas dan kebutuhan mengajar.
Termasuk kurikulum yang pakem, fleksibel, sesuai dengan lingkungan setempat, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah.

Dan yang terpenting adalah mengembalikan guru menjadi seorang guru!

Adi Tama
Penulis Novel Gelap itu Tak Pernah Ada
Salah satu pendidik di Kota Cirebon


“Saya menulis karena saya peduli, saya peduli karena saya ada.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  GAMBARAN DIRI GURU PENGGERAK TIGA TAHUN KE DEPAN   Jika disederhanakan dalam dua kata saya ingin terus BELAJAR dan BERBAGI.   As...